IBU SEBAGAI INSPIRASI DAN KEKUATAN PARTAI

0 793

Oleh: R.A. Santri Jagung 21

KPU mewajibkan keterwakilan 30 persen perempuan dalam susunan bakal Calon Legistatif di tiap Daerah Pilihan. Bila tidak, maka susunan yang diajukan hangus. Kebijakan itulah yang mendorong partai hunting bakal Caleg perempuan untuk dimasukkan dalam daftar Caleg. Sebagai masyarakat awam politik, Penulis berharap ada efek positif dari kebijakan tersebut.

Terlalu luas rasanya membicarakan perempuan dalam berbagai tema, karena tema perempuan selalu menarik, mulai dari khayalan, obrolan warung kopi, hingga diskusi berat pada sidang United Nation. Penulis mencoba mengarahkan pada satu kata kunci “Ibu”.

Ketika sahabat Rasulullah SAW bertanya tentang siapa yang lebih utama didekati, Kanjeng Nabi Muhammad “dawuh”: Ummuka (ibumu), ummuka (ibumu), baru yang ketiganya abuka (ayahmu). Dalam hadist lain Rasulullah begitu menjunjung tinggi kedudukan ibu dengan sabdanya: Al jannatu takhta aqdamil ummahat (surga berada di bawah telapak kaki ibu). Terlebih, Rasulullah SAW bersabda bahwa ridho Allah terletak pada ridhonya kedua orang tua (ibu dan ayah). Kedudukan yang betul-betul mulia.

Disampaikan dalam hadist: al mar’atu ‘imadul bilad, izda sholuhat sholuhal bilad, izda fasadat fasadal bilad, (perempuan adalah tiang negara, jika dia baik maka baiklah negara, jika dia rusak maka rusaklah negara). Ada pula ungkapan dalam ilmu tarbiyah,”al ummahatu madrosatul ula lil auwlad (Ibu adalah sekolah (tempat belajar) pertama bagi anak).

Hanya Ibu lah yang diberikan amanah Allah untuk mendekap “calon manusia” selama 9 bulan. Al Quran mengilustrasikan kondisi tersebut dengan “wahnan ‘ala wahnin” (lemah yang bertambah-tambah) selama 9 bulan. Dan dilanjutkan menyusui 2 tahun. Melalui tangan ibulah suapan demi suapan ikhlas mengantar anak hingga dewasa, tanpa berharap suatu balasan apapun. Bahkan tanpa batas waktu hingga ajal menjemput. Seorang ibulah yang tidak peduli bau keringatnya menyengat karena kerja keras demi masa depan dan kebahagiaan anak.

Ibulah yang pertama kali mengajarkan anak bahasa, tata krama, kesabaran, dan ketegaran menghadapi badai kehidupan. Dialah yang menggantikan air mata dengan usapan tangan dan membisikkan harapan lebih baik dari apa yang kita tangisi. Dialah yang berusaha agar matanya tidak kalah dengan kantuk, hingga rasa demam anak pergi. Dialah yang tergopoh-gopoh bangun pagi menanak nasi, lauk dan sayur yang kadang kita cibir karena tidak enak, dibalasnya dengan senyum, hingga disambarlah sisa uang yang ada untuk membeli lauk baru berharap kita suka makan. Namun kita sering menjust kuno, kolot, dan ndak kekinian.

Pernahkah bertanya diri, apa yang dipikirkan ibu saat mengantar kita ke sekolah? Dia berharap kita memiliki masa depan cemerlang. Pernahkah terlintas, saat sajadah dia bentangkan dan tasbih diputar tanpa henti mengiring lantunan takbir, tahmid dan sholawat, siapa yang sedang dia doakan? Tidak ada manusia paling istimewa dalam doa mereka melibihi kita sebagai anak. Hingga pantaslah rasanya jika Rasul mensabdakan Surga berada dibawah telapak kaki ibu.

Di penjuru kota lain. Hati siapa tidak menangis ketika ada seorang ibu merelakan dirinya keluar malam, bersolek untuk orang lain yang tidak dia kenal, menuangkan minuman “sadis”, terpaksa tersenyum ikut terbahak, bahkan terpaksa rela tersentuh kulit “terlarang” demi sesuap nasi dan agar anak bisa minum susu.

Di sektor Industri dan perdagangan, berapa banyak saudari kita terpaksa merelakan kulit halusnya dipampang didepan toko “orang kaya”, dengan larangan duduk dan gaji yang jauh dari layak. Berapa banyak perempuan yang harus menahan intimidasi “mandor” pabrik, bahkan menahan diri lapor polisi padahal dilecehkan. Jika dia seorang ibu, dilakukannya itu demi anak.

Dapat penulis sampaikan tindakan Jahiliyah yang digambarkan dalam Kitabullah adalah, “yaqtuluna awladahum wa yastahyuuna nisaahum (mereka membunuh anak-anak mereka dan mempermalukan perempuan-perempuan mereka).” Hari ini, gambar itu masih nyata. Jahiliyah tidak hanya untuk bangsa Quraisy sebelum Muhammad diangkat Rasul.

Kini, akibat pergaulan tanpa batas menghasilkan anak yang tidak diharapkan, dilakukanlah aborsi dengan alasan kehormatan dan ekonomi. Perempuan-perempuan dipajang untuk ditertawakan dan direndahkan derajatnya. Hingga sederajat dengan budak belian, yang dapat dibeli lalu dinikmati. Apakah ini bukan jahiliyah?Miris, tapi itulah yang terjadi, sadaraku!

Fakta diatas membuat dahi mengrenyit dan bertanya, madrasah apa yang hendak dibentuk jika perempuan diposisikan ineferior laiknya budak belian? Jika fakta diatas terjadi menyeluruh disetiap daerah, maka fasadal bilad (rusaknya negara) sebagaimana disabdakan Rasulullah dapat dipastikan akan terwujud. Indikasi sederhana, perempuan sudah dijadikan komoditi bahkan jika diberikan pada penyelenggara negara untuk tujuan memuluskan kebijakan dapat disebut sebagai gratifikasi.

Apa hubungan ibu dengan partai. Pertanyaan sederhana, apa yang akan dilakukan kader terlebih para calon legistatif terhadap Perempuan khususnya ibu? Suatu Partai, apalagi partai yang merepresentasikan umat Islam, fakta kemuliaan seorang ibu dan permasalahan yang menghantui ibu-ibu Indonesia, harus menjadi alasan gerak mesin partai.

30 persen sudah cukup bagi perempuan untuk berpikir dan bergerak melakukan edukasi, advokasi dan menyerap aspirasi perempuan. 30 persen perempuan seharusnya cukup untuk menghentikan intimidasi “mandor” agar semena-mena terhadap pekerja perempuan, mengembalikan kehormatan perempuan, mendudukkan mereka sebagai ibu “penggenggam” surga sesungguhnya. Sedikit geram penulis sampaikan,”sudah waktunya perempuan berteriak!”

Allah telah memberikan potensi luar biasa, yang kadang banyak tidak disadari oleh perempuan. Misal yang sangat sederhana, seorang perempuan, tanpa perlu memiliki otot besar, mampu membuat 2 lelaki berotot besar bertikai bahkan saling bunuh. Dalam legenda, karena pesona roro jonggrang lah, Badung Bondowoso hampir mampu menyelesaikan 1000 candi dalam semalam. Karena pesona cantik dayang sumbi lah membuat sangkuriang mampu menendang perahu besar yang dia ciptakan dalam waktu sekejap satu malam yang kini menjadi gunung tangkuban perahu. Perempuan memiliki potensi besar. Perempuan perlu mengarahkan potensi besar tersebut untuk memperjuangkan permasalahan perempuan yang kian mengerak. Allah menganugerahkan hati dan jiwa besar seorang ibu, dan penulis yakin itulah modal besar bagi kader perempuan untuk bergerak.

Uraian diatas adalah alasan mengapa Partai harus memperjuangkan perempuan. Dan berpartai adalah suatu kewajiban. Hemat penulis, tidak jadi soal jika berpartai diartikan berjihad merebut kekuasan. Mengapa kekuasaan harus direbut? Karena kekuasaan lah orang dapat menentukan kebijakan. Dan karena dengan kebijakanlah kebajikan dapat ditegakkan. Mafhum musawamahnya, Kebajikan tidak bisa ditegakkan tanpa kekuasaan. Sehingga, kekuasaan harus kita rebut!

Jika dalam hadis Rasulullah mewanti-wanti, bahwa bila perempuan baik maka baiklah negera dan bila perempuan rusak maka rusaklah negera, maka tidak ada hal utama diperjuangkan oleh partai melainkan memperjuangkan mereka. Menjaga kehormatan mereka di negeri ini sama halnya menjaga kehormatan Negara. Begitu pula sebaliknya, merendahkanya sama halnya merendahkan martabat negara.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2018, di tahun 2017 tercatat 348.446 kekerasan terhadap perempuan. Angka kekerasan yang sangat tinggi menggoda kita untuk bertanya apa yang dilakukan penyelenggara Negara untuk menyelesaikan permasalahan perempuan selama ini?

Indonesia membutuhkan energi baru, kekuatan sosial baru, jika perlu mengganti gerbong-gerbong manual yang sudah usang guna digantikan dengan gerbong baru yang bersih, sejuk dan nyaman. Dan menjadikan perempuan dan ibu sebagai inspirasi dan kekuatan Partai.

Dahulu Umat Islam berwadah satu dalam Masyumi, seiring dinamika politik, Partai tersebut sempat meredup. Namun kini kekuatan itu bangkit kembali dengan kolaborasi plural. Formasi lengkap yang terdiri dari kaum mufaqih fid diin; kaum muda, cerdas bervisi; Kaum keras nan tegas; kaum dermawan dan kaum proesi. Formasi lengkap ini sangat diharapkan menjadi harapan baru bagi perempuan dan ibu sebagai tiang beridiri, tegak dan kokohnya negara. Gerakan baru ini harus mampu menarik ibu sebagai inspirasi dan kekuatan partai memberi solusi kepada zaman atas berbagai tantangan.

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com