La Nyalla Mahmud Mattalitti, Meniti Dari Bawah (02)

0 403

Oleh : Sefdin Syaifudin (Penulis adalah pemimpin redaksi kabarbisnis, anggota dewan pakar PWI Jawa Timur)

Di balik kesuksesannya saat ini, La Nyalla sebelumnya harus meniti hidup yang penuh kelok. Pria yang selalu berbicara dengan gaya terbuka dan tegas ini, menapaki karir dengan penuh keringat dan pengorbanan.

La Nyalla muda pernah bekerja serabutan, mulai menjadi sopir angkot Wonokromo-Jembatan Merah Surabaya hingga sopir minibus L-300 Surabaya-Malang.

La Nyalla bahkan sempat menekuni karir sebagai ahli terapi penyakit dengan cara pengobatan alternatif. Sejumlah kalangan masyarakat, dari pedagang kali lima sampai dosen, sempat menjadi pasiennya. Namun, karena tidak mau dicap sebagai dukun, La Nyalla tidak praktik lagi.

“Hidup memang bukan seperti sebentang garis lurus di peta. Tidak ada hidup yang tanpa kelokan. Karena manusia memang selalu dihadapkan pada banyak tantangan. Di mana pun dan kapan pun,” ujar La Nyalla.

La Nyalla dilahirkan dari keluarga Bugis. Kakeknya, Haji Mattalitti, adalah saudagar Bugis-Makassar terkenal di Surabaya. Bapaknya, H. Mahmud Mattalitti, adalah dosen fakultas Hukum Universitas Airlangga. Pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan Fakultas Hukum di kampus negeri tersebut. Namun, La Nyalla tidak pernah menggunakan nama besar keluarganya dalam hidupnya.

Menginjak dewasa, La Nyalla memilih tinggal di kompleks Makam Sunan Giri, Gresik. Di kompleks makam Wali ini, dia menghimpun banyak warga kurang mampu. Sebagian di antaranya malah sekelompok orang yang sering dicap sebagai preman oleh masyarakat. La Nyalla mengajak mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hasilnya La Nyalla memiliki ribuan pengikut yang setia hingga kini.

“Kalau Anda melihat saya seperti sekarang, itu karena tekad saya bulat. Kerja sungguh-sungguh, tetapi tetap tawakal kepada Allah,” kata pengusaha konstruksi ini. (Bersambung…)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com