PARTAI BONDO BISMILLAH
(oleh: R.A – santri Jagung 21)
Penulis memulai celotehan kecil ini dengan ingatan lucu tentang sindiran Partai Bulan Bintang yang dibaca singkat PBB. Yang mana singkatan PBB diartikan dengan unik, Partai Bondo Bismillah. Malah, ada yang mengartikan Partai Baris Berbaris, bahkan Pesantren Baru Buka. Hampir dipastikan setiap pendengar tertawa mendengar plesetan-plesetan itu.
Pertanyaan yang lagi hits bulan terakhir ini adalah,”Kon Nyaleg? liwat partai opo? (kamu daftar calo legistatif? Melalui Partai apa)”. Kalau jawabanya PBB, dengan ringan akan ditanggapi,”opo’o liwat PBB, partai cilik, gak bakalan lolos PT, angel golek kursine, ojok’o kursi, sikile ae ora oleh” (kenapa lewat PBB, partai kecil, tidak akan lolos PT, sulit mencari kursi, jangankan kursi, kakinya aja tidak dapat).” Setidaknya terhadap PBB orang mengatakan, “Biyuh”, ungkapan sederhana orang jawa untuk mengungkap keluhan.
Sampai malam terakhir pendaftaran, Penulis belum menemukan raut “yakin jadi” di wajah Caleg PBB. Sebaliknya, peserta Pemilu dari partai-partai besar sangat optimis dan “merasa” berpeluang besar dan “yakin jadi”. Partai-partai besar begitu yakin lolos meraup suara dan mendapat kursi pada Pemilu 2019. Sedangkan caleg PBB, melihat banyak pesaing besar didepan mata, seakan tidak mungkin melalui rintangan “gobag sodor” partai-partai raksasa. Seakan hanya menunggu nasib baik dan giliran takdir Ilahi.
Sindiran lucu dan lontaran kata terhadap PBB sebagaimana penulis uraikan diatas tentu sesuatu yang pahit. Namun penulis mengajak rekan Caleg PBB untuk menganggap pahitnya pandangan orang tentang PBB tersebut sebagai “puder (baca: puyer)”. Bagi yang generasi diatas saya pasti ingat obat “Puyer”, berbentuk serbuk dengan rasa pahit, namun sangat manjur untuk badan yang sedang sakit “nggregesi”. Kecil namun efeknya “ces pleng”. Kebetulan warna kemasannya “ijo”, sama dengan warna dasar PBB. Penulis berharap PBB menjadi “puyer” bagi Indonesia yang sedang sakit.
Mengapa Indonesia dikatakan sedang sakit? Bagaimana tidak, untuk memenangkan Pemilu harus mengeluarkan uang guna mempengaruhi pemilih, mengkondisikan panitia pemilihan untuk memenangkan Peserta, melakukan intimidasi dan manipulasi suara. Yang tercanggih dan kekinian, menyewa hacker untuk membobol server KPU dan mengglembungkan suara. Entah, akan ada inovasi baru apa lagi di tahun 2019 nanti. Itulah faktual kondisi Indonesia saat ini, celakanya kebiasaan tersebut sudah dikatakan lumrah dan wajar, yang berarti tidak hanya terjadi di suatu daerah, tapi hampir menyeluruh di setiap daerah melakukan praktek yang sama. Jika si Caleg sudah menggunakan cara “fasiq” untuk menduduki kursi legistatifnya, maka bagaimana kualitas kebijakannya? Hampir dapat dipastikan, orientasi mufasiqin itu tidak untuk mengantarkan Indonesia sejahtera, melainkan mengantarkan diri pribadi mereka untuk merubah nasib dan menarik keuntungan sebesar-besarnya. Barangkali dapat dengan sederhana penulis menyebut bahwa si pembuat sakit Indonesia tersebut adalah “Penyakit” yang harus dibasmi dengan “Puyer”. Dan kalian para caleg PBB lah yang harus jadi “puyer”.
Sebagai “Puyer” harus berperilaku lain dari “penyakit”. Puyer harus meninggalkan cara-cara penyakit untuk merebut kursi parlemen. Kita tidak perlu mengeluarkan uang “sogok” untuk membeli suara masyarakat, toh mayoritas caleg PBB bukan orang berduit. Tidak perlu melakukan intimidasi, manipulasi suara ataupun menyerang server KPU. Yang perlu kita lakukan adalah mengembalikan partai pada khittah perjuangan. Mendudukan partai pada fungsi yang sebenarnya sebagai wadah aspirasi, advokasi dan edukasi masyarakat. Berbuat, berbuat dan berbuat untuk masyarakat.
Siap menjadi anggota partai, terlebih siap menjadi calon legistatif berarti siap lahir batin untuk mewakafkan “anfusahum”, jiwa raga sebagai khalifatullah fil ardh, megabdi pada Sang Penguasa Nasib. Disinilah kita harus memurnikan niat bahwa Pemilu tidak sekedar urusan kursi, tapi soal memperjuangkan nasib masyarakat Indonesia di periode 5 tahun selanjutnya. Kursi adalah efek setelah kita berbuat dan berjasa untuk masyarakat.
Calon Legistatif perlu terjun ke masyarakat untuk masuk dan memahami problem masyarakat secara detail. Tujuanya sederhana, apa yang akan diperjuangkan di kursi parlemen nanti jika tidak paham problem masyarakatnya? Dan sebenarnya tidak perlu menunggu jadi “dewan”, semenjak mendeklarasikan diri sebagai anggota partai, maka semenjak itu pula harus turun membela kepetingan masyarakat. Sebagaimana penulis sampaikan, fungsi partai adalah wadah aspirasi, advokasi dan edukasi.
Apa kaitan fungsi partai dengan Bondo Bismilah? Ungkapan Partai Bondo Bismillah menurut penulis bukan hal ringan dapat dipandang sebelah mata. Dengan berucap Bismillah berarti seluruh apa yang kita lakukan untuk menyerap aspirasi masyarakat, advokasi dan edukasi, semata-mata adalah menjalankan amanah Ilahi. Tidak ada yang diharapakan kecuali ridho dan kasih sayang Ilahi. Tidak ada balasan yang lebih indah dari balasan Allah. Dan dengan bismillah, berarti kita berharap kekuatan Agung Ilahi dan kedigdayaannya menyertai kita dalam setiap perjuangan yang kita lakukan. Bukankaah lillahi maa fis samawati wal ‘ardh, kepunyaan Allah lah segala apa yang dilangit dan bumi? Atas kesadaran akan kuasa dan kedigdayaan Ilahi itulah, maka “kursi legistatif” adalah soal kecil.
Barangkali perlu kita eling-eling firman Allah yang isinya,”Barangsiapa bertaqwa pada Allah maka Allah akan memberikan jalan keluar dan memberikan rizqi yang tidak terduga,” dan Kanjeng Nabi Muhammad SAW pun pernah dawuh,”Dan Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya.” Yang perlu kita lakukan adalah istiqomah, telaten, ulet, utun, menjalani amanah sebagai pemanggul amanah Allah. Sekali lagi, ayo berbuat, berbuat dan berbuat untuk masyarakat.
Sang Penguasa Nasib kita Maha Tahu di kursi bagian manakah kita harus duduk dan berperan, disitulah kualitas Tawakkal kita diuji. Jika Allah memberikan posisi di parlemen, jalankan dengan sebaik-baiknya. Namun jika sebaliknya, perjuangan jangan berhenti dan selanjutnya jadilah oposisi sejati. Oposisi yang cerdas, bervisi, bertanggung jawab dan istiomah.
Jika dikatakan PBB adalah Partai Baris Berbaris, jangan anggap itu suatu guyonan. Karena memang kita diperintahkan untuk baris berbaris. Wa jahidu fisabilillahi shoffan sfhoffa, kaanahum bunyanum marshus. Berjihadlah dijalan Allah bersaf-saf (berbaris-baris), seperti bangunan yang tersusun. Laikya suatu bangunan, barisan itu harus rapat, kokoh, dan saling menguatkan. Dan itulah kebutuhan Indonesia yang saat ini dihantui dengan isu pertikaian dan perselisihan. Kader harus sedia dan ikhlas menjadi “ummatan wasathan”, generasi penengah dan pemersatu.
Jika dikatakan PBB adalah Pesantren Baru Buka, jangan dielak. Pesantren berarti tempat orang untuk belajar tiga kebaikan (Iman, Islam dan Ikhsan), 3 kebaikan itu bisa diartikan (Iman, Ilmu dan amal). Istilah “Baru Buka” harus diartikan sebagai suatu semangat baru, pengakuan dan ketawadhuan untuk selalu merasa belum sempurna dan akan terus berusaha menyempurnakan.
Apalah ungkapan orang untuk PBB, Partai Bondo Bismillah, Partai Baris Berbaris, ataupun Pesantren Baru Buka, anggaplah itu do’a agar perjuangan kita selalu diridhoi Allah SWT. Tidak perlu pesimis dengan berbagai gunjingan, toh belajar dari Piala Dunia, Kroasia tidak pernah diunggulkan masuk Babak Final, Klub Negara Besar bahkan banyak yang tumbang sebelum masuk semifinal, bahkan Jerman mantan juara dunia pun harus “ngglundung” melawan bocah cilik asal Asia.
Pacasila!
Merdeka!