Kegagalan Konstatering Eksekusi di Citraland Surabaya, Termohon Ajukan Perlawanan Hukum
Kegagalan konstatering eksekusi di Citraland Surabaya terjadi akibat penolakan pihak termohon. Proses hukum masih berjalan di Mahkamah Agung.
SURABAYA, Lenzanasional – Upaya Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk melakukan konstatering eksekusi terhadap sengketa rumah di Jalan Stamford Place, Citraland, Surabaya, Selasa (14/1/2025), berakhir gagal. Penolakan dari pihak termohon yang didukung oleh kuasa hukum dan massa menjadi penghalang utama pelaksanaan tersebut. Penolakan ini disertai argumen bahwa proses hukum masih berlangsung di Mahkamah Agung (MA).
Saat jurusita PN Surabaya, Darmanto, tiba di lokasi dengan pengawalan polisi, Satpol PP, dan petugas keamanan, pihak termohon yang diwakili kuasa hukum Hendrikus Ndoki dan Effendy Panjaitan langsung menolak pelaksanaan konstatering. “Tidak bisa masuk. Perkara ini belum inkraht. Kita harus hormati proses hukum,” tegas Hendrikus di depan massa pendukungnya.
Penolakan ini membuat jurusita tidak dapat memasuki rumah sengketa. Darmanto pun memilih untuk menjelaskan situasi tersebut kepada kuasa hukum pemohon, Yacobus Welianto. Namun, dialog antara kedua pihak memicu perdebatan sengit mengenai legalitas konstatering.

Kuasa hukum termohon, Hendrikus Ndoki, menilai konstatering tidak sah karena perkara masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. Ia juga menyoroti nilai lelang rumah yang dianggap tidak sesuai. “Rumah ini di tahun 2021 dinilai minimal Rp 7,8 miliar, tetapi dilelang sekitar Rp 5 miliar. Ini tidak adil,” ungkapnya.
Hendrikus menegaskan bahwa pihaknya telah mengikuti prosedur hukum dan meminta semua pihak menghormati proses tersebut. Effendy Panjaitan, rekan Hendrikus, menambahkan, “Negara ini adalah negara hukum. Proses harus menunggu keputusan inkraht.”
Sementara itu, kuasa hukum pemohon, Yacobus Welianto, menyatakan bahwa konstatering adalah prosedur resmi sebelum eksekusi dilakukan. “Konstatering merupakan mekanisme sah dalam hukum. Kalau tidak dilakukan eksekusi, hutang wajib dibayar,” ujarnya.
Proses konstatering yang berlangsung di kawasan elit Surabaya Barat ini diwarnai ketegangan antara kedua belah pihak. Setelah diskusi tanpa hasil, Darmanto akhirnya meninggalkan lokasi tanpa memberikan komentar kepada wartawan, hanya menyarankan untuk menghubungi humas pengadilan.
Puluhan massa pendukung termohon menyambut kegagalan konstatering ini dengan suka cita. Menurut mereka, eksekusi tidak dapat dilakukan karena proses kasasi di MA belum selesai.
Sengketa ini berpusat pada objek SHGB No 3650 dan 3652 dengan dasar perkara No. 1357/Pdt.G/2023/PN.Sby dan No. 937/Pdt.G/2024/PN.Sby. Sebelumnya, PN Surabaya melalui jurusita telah melayangkan Surat Relaas Aanmaning No. 94/Pdt.Eks.RL/2024/PN Sby untuk pelaksanaan konstatering tersebut.
Kegagalan konstatering ini menegaskan pentingnya menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Kedua belah pihak tetap bersikeras pada argumen masing-masing, sementara penyelesaian akhir masih menunggu putusan Mahkamah Agung.(**)