Perkara Ini Ahli Sebut Jauh Dari Soal Kepailitan Dan PKPU

0 112

Surabaya,lenzanasioal.com.com -Pengadilan negeri Surabaya kembali menggelar sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Jawa Pos, dalam agenda hari ini selaku pengacara PT Jawa Pos, Kimham Pentakosta dari MS &A Lawfirm, menghadirkan dua saksi ahli yakni Profesor di bidang ilmu kepailitan di Universitas Airlangga (Unair) adalah Prof. Dr. M. Hadi Subhan, S.H., M.H., CN. Dan Prof. Zainal Fanani, MS., IPU dari Universitas Brawijaya. Kamis, (31/07/25)

 

Dalam keterangan saksi ahli Hadi Subhan menjelaskan saksi ahli dari PT Jawa Pos berpendapat bahwa permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos di Pengadilan Niaga Surabaya tidak sesuai dengan syarat-syarat pengajuan PKPU.

 

“Perkara ini sangat jauh sekali dari soal kepailitan dan PKPU, Dividen itu bukan hutang yang bisa bagi pemegang saham dijadikan syarat untuk permohonan PKPU atau pailit yang kedua salah satu syarat adalah pembuktian sederhana dan ini sebelum permohonan itu ada banyak perkara terkait dengan ini baik pidana maupun perdata itu menurut yurisprudensi yang saya teliti salah satu indikasi tidak sederhana apabila ada sengketa-sengketa yang terjadi sebelum permohonan ini dan lain sebagainya itu diselesaikan semua baru sudah klik,” jelasnya

 

Sementara itu pakar akuntansi Unair, Zaenal Fanani, sebagai saksi ahli dalam sidang kemarin. Zaenal mengatakan bahwa utang dividen harus tercatat dalam laporan keuangan perusahaan.

Jika tidak, maka tidak bisa disebut sebagai utang. “Utang dividen harus muncul dalan laporan keuangan karena telah dinyatakan dalam RUPS,” ucap Zaenal.

 

Apabila di tahun buku berikutnya tidak muncul pencatatan utang dividen tersebut, maka dapat diartikan bahwa sudah lunas dibayarkan semuanya.

 

Dahlan Iskan mengajukan permohonan PKPU terhadap PT Jawa Pos untuk menagih utang dividen yang dia klaim senilai Rp 54 miliar.

 

Apabila ada utang dividen yang masih belum lunas dibayarkan pada tahun tersebut, maka utang dividen tersebut pasti muncul tercatat di laporan keuangan tahun buku berikutnya,” imbuhnya.

 

Terpisah, kuasa hukum PT Jawapos, E.L Sanogo, secara tegas menilai bahwa dalil mengenai utang dividen yang diajukan pemohon bersifat lemah dan tidak memenuhi unsur pembuktian secara sederhana.

 

“Pertama, pembuktian terkait dividen ini tidak sederhana. Kedua, secara akuntansi maupun secara hukum, entitas anak perusahaan memiliki kewajiban terpisah dari induknya. Tidak bisa digabung atau dibebankan secara kolektif kepada PT Jawa Pos selaku induk perusahaan,” jelas E.L Sanogo

 

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa struktur perusahaan holding seperti PT Jawa Pos memiliki prinsip keterpisahan entitas hukum antara induk dan anak usaha. Oleh karena itu, tanggung jawab hukum dan keuangan anak perusahaan tidak dapat serta merta dialamatkan kepada induknya.

 

“Jawaban kami sederhana PT Jawa Pos memang induk perusahaan dari sejumlah anak usaha, namun tanggung jawab hukum tetap pada masing-masing entitas. Tidak bisa dibebankan secara sepihak kepada induk, apalagi menyangkut klaim utang dari anak perusahaan,” ujarnya.

 

Sanogo juga menyayangkan permohonan PKPU yang diajukan oleh pihak pemohon. Ia menilai, permohonan tersebut tidak hanya cacat secara hukum, tetapi juga mencederai etika dalam penyelesaian sengketa keuangan.

 

“Kami dari PT Jawa Pos merasa bahwa permohonan PKPU ini diajukan dengan cara yang buruk dan tanpa dasar hukum yang jelas. Bahkan Prof. Hadi, sebagai ahli, secara tegas menyatakan bahwa instrumen PKPU maupun kepailitan tidak boleh disalahgunakan untuk menyandera atau mencemarkan nama baik perusahaan,” ujar Sanogo.

 

Menurutnya, jika memang terdapat permasalahan terkait dividen, maka mekanisme hukum yang tepat adalah melalui gugatan perdata, bukan PKPU. “Apalagi tidak ada utang yang tercatat terhadap kreditor sebagaimana yang diklaim oleh pemohon,” tandasnya.

 

Ia juga menekankan bahwa dividen bukan kewajiban hukum yang mutlak. “Dividen tidak wajib dibagikan, tidak ada satu pun ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) yang menyatakan dividen harus dibagi. Pembagian dividen adalah hasil keputusan bersama dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Jika RUPS tidak memutuskan, maka tidak ada kewajiban hukum bagi perusahaan,” urainya.

 

Terpisah, kuasa hukum Dahlan Iskan, Arif Sahudi, mengungkap bahwa pihaknya juga akan menghadirkan dua saksi ahli dalam sidang lanjutan pada Senin mendatang. Ia menilai permohonan PKPU yang diajukan pemohon tidak memenuhi syarat formil karena hanya melibatkan satu kreditor.

 

“Kita sudah tahu, pemohon hanya satu kreditor. Padahal dalam hukum PKPU, syarat utamanya adalah adanya dua atau lebih kreditor. Fakta ini akan kami sampaikan secara komprehensif melalui keterangan saksi ahli,” ujar Arif Sahudi kepada media. (Mk)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com