Sejumlah warga di sebuah kawasan perumahan Green Lake, Surabaya, yang direncanakan menjadi jalur pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) menyampaikan penolakan atas proyek tersebut. Mereka menilai pembangunan jaringan listrik bertegangan tinggi itu berpotensi menimbulkan risiko kesehatan hingga keselamatan.
Teguh, salah satu warga yang menyatakan keberatan, menjelaskan bahwa rencana pembangunan SUTET tersebut telah tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan menurut informasi dari PLN, proyek direncanakan mulai berjalan pada tahun 2026.
“Sudah ada RUPTL-nya. Rencana dibangun tahun 2026,” ujarnya.
Menurut Teguh, pihak PLN hingga kini telah melakukan sosialisasi sebanyak tiga kali. Namun, sosialisasi tersebut dinilai belum menjawab seluruh pertanyaan serta kekhawatiran masyarakat.
“Sudah tiga kali disosialisasikan, tapi warga tetap keberatan. Pertanyaan-pertanyaan kami kemarin juga belum bisa dijawab oleh pihak PLN,” tegasnya.
Sosialisasi terakhir dihadiri oleh perwakilan PLN, PJB Jawa-Bali, pihak developer, pihak kelurahan, serta sekitar 15–20 warga dari lingkungan terdampak. Kelurahan hanya berperan sebagai fasilitator, tanpa menghadirkan RT/RW setempat.
Developer Tidak Transparan
Teguh mengaku bahwa saat membeli rumah, pihak developer menyampaikan bahwa jalur SUTET yang melintas di sekitar lokasi tidak aktif. Pernyataan itu membuat warga merasa tertipu setelah mengetahui bahwa tower yang ada akan diaktifkan kembali untuk proyek tersebut.
“Towernya sudah ada, tapi mereka mengatakan tidak aktif. Semua dibilang begitu makanya kami membeli rumah di situ,” ujarnya.
Jarak rumah warga dengan tower juga bervariasi, mulai 14 hingga 15 meter, meski jalur kabel tidak berada tepat di atas rumah melainkan melewati sisi samping.
Radiasi dan Kasus Kebakaran di Palmerah
Alasan utama penolakan warga berkaitan dengan aspek kesehatan akibat paparan radiasi listrik tegangan tinggi. Selain itu, peristiwa kabel listrik putus dan menyebabkan kebakaran di Palmerah menjadi pemicu meningkatnya kecemasan.
“Pertama soal kesehatan, masalah radiasi. Apalagi ada kasus di Palmerah kemarin, kabel putus dan rumah terbakar. Itu menambah kekhawatiran kami,” kata Teguh.
Warga berharap Komisi terkait di DPRD dapat memperjuangkan aspirasi mereka, termasuk kemungkinan pembatalan proyek jika dinilai membahayakan.
“Harapannya, proyek ini bisa dibatalkan,” pungkas Teguh.
Tanggapan Komisi C DPRD Surabaya
Menanggapi aduan warga Perumahan Green Lake, Surabaya, Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Sukadar, menyatakan siap menindaklanjuti aduan warga terkait dugaan gangguan yang ditimbulkan oleh keberadaan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Sukadar, usai menerima kedatangan puluhan warga yang mengaku terdampak.
Sukadar menjelaskan bahwa pihaknya akan mempelajari seluruh laporan dan lampiran yang diserahkan oleh warga. “Ketika pengaduan sudah disertai laporan-laporan, kami akan pelajari terlebih dahulu. Setelah lampiran yang kami butuhkan lengkap untuk memperkuat posisi warga, baru kami gelar rapat dengar pendapat,” ujarnya.
Menurutnya, rapat dengar pendapat (RDP) nantinya membutuhkan tambahan dokumen untuk melengkapi data yang telah diberikan. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini Komisi C belum menerima informasi terperinci mengenai dampak langsung yang dirasakan warga akibat keberadaan SUTET tersebut.
“Kami belum tahu gangguan apa yang dirasakan masyarakat. Baru ada laporan masuk hari ini. Karena itu kami masih menunggu kelengkapan berkas sebelum menjadwalkan RDP,” tambahnya.
Pertanyakan Legalitas Set Plan Perumahan
Selain soal dampak SUTET, Sukadar juga menyoroti proses perolehan rumah oleh warga, terutama terkait legalitas site plan yang diberikan pengembang. Ia mempertanyakan apakah masyarakat telah mendapatkan sosialisasi sejak awal sebelum membeli rumah.
“Apakah ada site plan resmi? Apakah site plan tersebut terdaftar di Pemerintah Kota Surabaya, khususnya di PRKP dan KPB? Jika tidak terdaftar, meskipun pengembang membuat site plan sendiri, secara otomatis site plan itu kami anggap gugur,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa perubahan site plan tidak bisa dilakukan sepihak oleh pengembang tanpa persetujuan minimal 75 persen warga yang telah menempati kawasan tersebut.
“Itu sudah diatur dalam Perda. Kami tidak bisa keluar dari peraturan daerah yang telah disepakati bersama antara Pemkot dan DPRD Surabaya,” jelasnya.
RDP Menunggu Kelengkapan Berkas
Terkait jadwal rapat dengar pendapat, Komisi C masih menunggu berkas pendukung dari warga. Meski warga datang tanpa pengaduan resmi tertulis, Komisi C tetap menerima laporan mereka.
“Ini rumah rakyat, dan kami adalah perwakilan warga Surabaya. Karena mereka datang berbondong-bondong, tentu kami terima aduannya,” kata Sukadar.
Ia memastikan bahwa seluruh pihak yang kompeten, termasuk pengembang dan pihak terkait lainnya, akan diundang dalam RDP setelah seluruh dokumen yang dibutuhkan lengkap.