Ancaman terhadap Wartawan oleh Petugas BPK: Pelanggaran Kebebasan Pers
Kasus ancaman terhadap wartawan kembali terjadi, kali ini dialami oleh seorang jurnalis dari rakyatjelata.com. Insiden bermula saat wartawan tersebut bertanya via WhatsApp kepada seorang petugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Alih-alih memberikan jawaban yang relevan, petugas tersebut justru mengancam akan melaporkannya ke atasannya, Kepala BPK, serta mengancam media tempat wartawan itu bekerja dengan somasi. Tindakan ini memicu kekhawatiran serius mengenai kebebasan pers di Indonesia, terutama ketika wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistiknya justru mendapatkan ancaman.
SURABAYA, Lenzanasional – Kasus ancaman terhadap wartawan kembali terjadi, kali ini dialami oleh seorang jurnalis dari rakyatjelata.com. Insiden bermula saat wartawan tersebut bertanya via WhatsApp kepada seorang petugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Alih-alih memberikan jawaban yang relevan, petugas tersebut justru mengancam akan melaporkannya ke atasannya, Kepala BPK, serta mengancam media tempat wartawan itu bekerja dengan somasi. Tindakan ini memicu kekhawatiran serius mengenai kebebasan pers di Indonesia, terutama ketika wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistiknya justru mendapatkan ancaman.
Sebagai negara demokrasi, kebebasan pers merupakan salah satu pilar utama yang dilindungi oleh undang-undang. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan perlindungan hukum kepada wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Pasal 4 ayat (3) UU Pers secara tegas menyatakan bahwa wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi tanpa hambatan.
Dalam peristiwa ini, ancaman terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya bukan hanya melanggar etika jurnalistik, tetapi juga berpotensi melanggar hukum. Pasal 8 UU Pers menjelaskan bahwa wartawan berhak atas perlindungan hukum saat melaksanakan tugasnya. Dengan demikian, ancaman atau intimidasi terhadap wartawan dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi hak mereka dalam mengakses informasi.
Apabila terbukti bahwa tindakan tersebut menghambat proses pengumpulan informasi, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap UU Pers. Dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik jurnalistik dan UU Pers, narasumber yang merasa dirugikan seharusnya menempuh jalur hukum yang sah, seperti menggunakan hak jawab atau hak koreksi, bukan dengan ancaman atau intimidasi.
Pasal 18 ayat (1) UU Pers dengan jelas menyatakan bahwa siapa pun yang menghalangi atau menghambat kerja wartawan dalam melaksanakan profesi jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara hingga 2 tahun atau denda maksimal Rp500 juta. Berdasarkan pasal ini, ancaman terhadap wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistiknya merupakan pelanggaran yang serius.
Bagi wartawan yang mengalami ancaman atau intimidasi, terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh, di antaranya:
1. Melaporkan ancaman tersebut kepada Dewan Pers, lembaga yang bertugas menjaga dan mengawasi kebebasan pers.
2. Mengajukan permohonan perlindungan hukum, baik melalui organisasi wartawan atau melalui aparat penegak hukum, sebagaimana dijamin oleh UU Pers.
Pengancaman terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugasnya merupakan pelanggaran berat terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh UU No. 40 Tahun 1999. Melalui perlindungan hukum yang diberikan oleh undang-undang ini, wartawan berhak menjalankan tugasnya tanpa intimidasi. Apabila terjadi perselisihan, penyelesaian yang tepat adalah melalui hak jawab atau koreksi, bukan dengan ancaman somasi atau tindakan intimidatif lainnya.
Sebagai salah satu pilar demokrasi, pers yang bebas dan bertanggung jawab harus selalu dilindungi untuk memastikan hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang akurat dan terpercaya tetap terjaga.(R1F)