Atmatsya Beri Solusi Persoalan Pengawet Ikan di Indonesia

0 226

MAKASSAR, Lenzanasional – Meski sebagai negara bahari namun sayangnya tingkat kesejahteraan nelayan Indonesia hingga saat ini kondisinya masih memprihatinkan.

Persoalan yang paling mendasar karena hasil tangkapan ikan nelayan tradisional mengalami penurunan kualitas/mutu, sehingga tidak dapat bersaing dengan nelayan yang memiliki alat tangkap ikan modern. Akibatnya, para nelayan harus rela menjual ikan hasil tangkapannya dengan harga murah kepada para tengkulak.

Pakar Perikanan dan Kelautan Prof Ir Moch Sudjana PhD mengungkapkan, problem yang dihadapi para nelayan tak lepas dari permasalahan klasik. Yakni minimnya tempat penyimpanan ikan hasil tangkapan ikan cold storage. Sebab, saat ini pendingin atau chilling menjadi satu-satunya solusi untuk menjaga kesegaran ikan.

“Namun chilling hanya bisa digunakan oleh kapal-kapal besar. Sedangkan untuk para nelayan kapal kecil chilling masih sulit digunakan, dan sulit dijangkau secara finansial,” ujar pria berdarah Sunda yang akrab disapa kang Jana ini saat bertemu dengan sejumlah pengusaha ikan di Sulawesi Selatan baru-baru ini.

Sudjana menilai masalah yang dihadapi para nelayan sangatlah pelik. Padahal, banyak potensi jumlah ikan yang besar ada pulau-pulau kecil, namun tidak dapat dijual ke kota-kota besar lantara turunnya mutu dari ikan tersebut.

“Jangankan chilling, es saja tidak ada dan itu menjadi keluh kesah bagi para nelayan, karena mereka takut ikan hasil tangkapannya membusuk. Seperti di Indonesia wilayah timur, di situ banyak ikan tapi es sangat jarang, bahkan tidak ada. Para nelayan pun resah karena ikan hasil tangkapannya akan membusuk. Bayangkan, ikan puluhan ton dibuang,” terang Kang Jana.

Melihat kondisi itu, Sudjana memberikan solusi dengan menciptakan Atmatsya, yakni pengawet alami yang bisa digunakan para nelayan untuk menjaga mutu ikan hasil tangkapannya.

Menurutnya, Atmatsya ini diciptakan di tengah persoalan nelayan yang selama ini menggunakan bahan pengawet seperti borak dan formalin. Padahal sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

“Atmatsya berbahan baku murni alami tanpa ada campuran kimia sama sekali. Karena dari buah buahan dan tumbuhan. Atmatsya ini sebagai Bumbu Penyegar. Yang sifatnya menjaga kesegaran ikan dalam waktu yang cukup lama dibandingkan tidak memakai formalin dan boraks,” beber Kang Jana.

Dia pun menjelaskan, dua jam ikan setelah ditangkap akan terjadi penurunan mutu, dan maksimal ikan yang sudah ditangkap hanya bisa bertahan 1 – 2 hari saja.

Dalam sebuah kasus, ketika nelayan usai menangkap ikan di perairan yang jauh dari pelabuhan, dan membutuhkan waktu 1 hari maka itu akan menjadi masalah. Di tengah melakukan perjalanan panjang menuju pelabuhan, pada saat itulah terjadi proses pembusukan pada ikan jika tidak diberi bumbu penyegar.

Menurutnya, dengan Atmatsya, ikan bisa bertahan hingga 3 minggu. Dan hal ini tentunya sangat membantu mutu tangkapan ikan, selain itu dapat meningkatkan penghasilan nelayan. Karena dengan 1liter Atmatsya yang dicampur dengan air laut dapat mengawetkan ikan sebanyak 2 kwintal.

Di sisi lain, kata dia, para nelayan tidak perlu membawa es sebagai pembeku secara berlebihan. “Sebenarnya bumbu penyegar ini (Atmatsya) bisa menyegarkan ikan bertahan lebih lama, dibandingkan tidak memakai bumbu ini. Karena jika tidak memakai bumbu ini ikan hanya bisa bertahan selama satu sampai dua hari saja. Sebenarnya dua jam saja ikan setelah ditangkap itu sudah turun mutunya,” katanya.

Terkait dengan temuan bahan pengawet ikan alami, Kadis Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Ilyas sangat mengapresiasi terobosan baru yang dinilai merupakan kekayaan intelektual yang sangat langka.

Bahkan, pihaknya siap mendukung agar prodak tersebut diproduksi secara massal di wilayahnya guna membantu kaum nelayan agar dapat meningkatkan kesejahteraannya. Sebab, selama ini proses pengawetan ikan masih bergantung kepada es.

Pendapat yang sama dikemukakan pelaku usaha ikan dari Sulawesi Selatan, H.Alam Semesta. Sebagai pengusaha ikan, dirinya merasa bangga dengan temuan baru hasil karya anak bangsa. Bahkan ia pun siap menampung hasil produksi bahan pengawet ikan yang diolah oleh Prof. Djana.

“Ini sangat dahsyat. Saya kebetulan pelaku usaha ikan, jadi tau persis kebutuhan para nelayan. Karena nelayan kita mayoritas tradisional, jadi Atmatsya ini sangat membantu produktivitas para nelayan Indonesia,” pungkasnya.

Seperti diketahui, keberadaan Atmatsya di Makassar sangat mendapat respon positif bagi sejumlah pengusaha ikan. Bahkan, salah satu pengusaha ikan diketahui bernama Citra, siap membuat swalayan Fish Fresh Mart dikhususkan menjual hasil laut.

Bagi Ibu Citra, Atmatsya menjadi energi baru, baik bagi pengusaha ikan maupun masyarakat nelayan yang ada di Sulawesi Selatan. (Lik)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com