Banyak Kejanggalan di Sidang Pengeroyokan PN Surabaya, Kuasa Hukum Minta Terdakwa Dibebaskan

Sidang pengeroyokan di PN Surabaya diwarnai kejanggalan. Kuasa hukum terdakwa mengungkap barang bukti yang tidak sesuai dengan CCTV dan dugaan intimidasi oleh polisi.

0 128

SURABAYA, Lenzanasional – Sidang perkara pengeroyokan yang menyebabkan luka ringan dan luka berat kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan Nomor Perkara 2228/Pid.B/2024/PN Sby. Persidangan yang berlangsung di Ruang Garuda 1 ini menghadirkan terdakwa Luqman Fahirul Rafi dan Louis Safarino Lake, dengan agenda pembacaan duplik oleh kuasa hukum terdakwa.

Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Nyoman Ayu Wulandari, S.H., M.H. ini menjadi sorotan lantaran banyaknya kejanggalan yang terungkap dalam pembelaan terdakwa. Kuasa hukum terdakwa, Raden Bagus Wildan Fikri Hidayatullah, menegaskan bahwa kasus ini penuh dengan ketidaksesuaian, termasuk dugaan intimidasi dari pihak kepolisian saat tahap dua di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak.

Kuasa hukum terdakwa membacakan duplik di sidang pengeroyokan PN Surabaya

Dalam pembelaannya, Wildan mengungkapkan bahwa barang bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yustus One Simus Parlindungan tidak sesuai dengan rekaman CCTV yang menjadi dasar dakwaan.

“Kaus yang dijadikan barang bukti di pengadilan berbeda dengan yang terlihat di rekaman CCTV,” ujarnya di hadapan majelis hakim.

Tidak hanya itu, masker yang dipakai terdakwa dalam rekaman CCTV juga berbeda dengan yang dijadikan barang bukti di persidangan.

“Dalam rekaman CCTV, terdakwa 1 memakai masker medis biasa berwarna hitam, tetapi di pengadilan yang dijadikan barang bukti adalah masker type KF-94 warna hitam,” tegas Wildan.

Wildan juga menyoroti dugaan intimidasi yang dialami kliennya saat pemeriksaan tahap dua di kejaksaan. Menurutnya, kedua terdakwa merasa ketakutan karena kehadiran polisi dalam ruang penyidikan, yang membuat mereka menandatangani berkas tanpa pendampingan kuasa hukum.

“Dalam kondisi ketakutan, mereka menandatangani semua berkas yang diajukan jaksa tanpa mengetahui konsekuensinya,” ungkap Wildan.

Ia juga membantah keterlibatan Luqman Fahirul Rafi (terdakwa 1) dalam insiden tersebut. Pernyataan ini diperkuat oleh kesaksian AD Charge, yang menyatakan bahwa terdakwa tidak berada di lokasi kejadian saat peristiwa pengeroyokan terjadi.

“Terdakwa 1, Luqman Fahirul Rafi, saat kejadian sedang berada di rumah dan tertidur, bukan di lokasi kejadian,” tegas Wildan.

Ketidakadilan dalam tuntutan jaksa juga menjadi sorotan. Ibu dari terdakwa Luqman Fahirul Rafi mengungkapkan kekecewaannya terhadap tuntutan yang dijatuhkan kepada anaknya, yang dinilai tidak adil dibandingkan dengan terdakwa lainnya.

“Saya sangat kecewa atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Anak saya dituntut 1 tahun 7 bulan, sementara terdakwa 2 hanya dituntut 1 tahun. Padahal anak saya tidak ada di tempat kejadian, dan terdakwa 2 sudah mengakui bahwa yang ada di CCTV adalah temannya, bukan anak saya,” ujarnya.

Dengan berbagai kejanggalan ini, pihak keluarga berharap majelis hakim dapat memberikan putusan yang adil bagi terdakwa.

“Saya berharap Yang Mulia Majelis Hakim memberikan putusan terbaik dan membebaskan anak saya karena dia tidak bersalah,” pungkasnya.

Sidang ini semakin menarik perhatian publik karena dugaan ketidaksesuaian barang bukti dan dugaan intimidasi terhadap terdakwa. Dengan fakta-fakta yang telah diungkap dalam duplik, kini keputusan berada di tangan Majelis Hakim PN Surabaya.

Apakah majelis hakim akan mempertimbangkan kejanggalan yang diungkapkan kuasa hukum dan membebaskan terdakwa? Publik menanti keadilan dalam perkara ini.(**)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com