Diskusi Pakar Antara LPKAN Indonesia dan DPR RI Terkait Penyusunan Rancangan Undang Undang Tentang Ombudsman RI

0 393

Jakarta, lenzanasional.com – Lembaga Pemantau Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Indonesia menghadiri undangan Badan Keahlian DPR RI dalam rangka diskusi pakar yang bertujuan membahas tentang penyusunan rancangan Undang Undang tentang perubahan Undang Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI.

Acara yang digelar di ruang rapat Badan Keahlian DPR RI itu dihadiri oleh Sekjen LPKAN Abdul Rasyid, S.Ag., Ketua OKK Sugiharto, SE., M.Si., Direktur LKHAI, Hartadi Hendra Lesmana, SH., MH., dengan didampingi beberapa pengurus DPP LPKAN Indonesia. Jum’at (6/09/19).

Ketua OKK LPKAN Indonesia Sugiharto, SE, M.Si, dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa Ombudsman selama ini hanya menjadi tempat rekomendasi tanpa memiliki kewenangan memberikan konsekuensi.

Sugiharto mencontohkan lembaga negara lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki produk Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hal itu sangat berpengaruh kepada image tentang keuangan yang dikelola kepala daerah.

“Dalam hal ini Ombudsman hanya sampai pada rekomendasi. Kalau seperti itu untuk apa Obudsman dibentuk kalau hanya sampai pada rekomendasi tanpa ada konsekuensi,” ujar Sugiharto.

Sugiharto kembali mencontohkan lembaga negara lain seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang juga memiliki konsekuensi ketika setelah sidang terkait persaingan usaha ada denda atau punishment kepada pihak terlapor.

“KPPU juga memiliki konsekuensi, setelah sidang ini diputuskan ada denda misalnya, ada punishment. Nah ini yang tidak ada dalam Ombudsman,” terangnya.

Namun, Sugiharto menambahkan pada tahun 2019 ada kwitansi lapor. Hal itu dirasa cukup efektif karena langsung disampaikan oleh Ombudsman kepada lembaga terkait tentang pelayanan yang dirasa kurang berjalan dengan baik.

Sugiharto juga mengatakan kedepan harus ada standart khusus yang diterapkan oleh Ombudsman untuk menerima laporan dari masyarakat.

Jadi, Ombudsman tidak sembarang menerima laporan untuk kemudian diteruskan kepada lembaga terkait, harus ada proses verifikasi laporan, sebelum laporan itu dilanjutkan ke instansi terkait.

“Artinya jangan hanya sekedar bisa melapor, tapi harus ada standart minimal pelapor itu bisa ditindaklanjuti laporannya. Ada tanda registrasi. Nah kemudian setelah ada putusan, namun rekomendasi itu tidak dilakukan maka perlu dilakukan langkah seperti misalnya Ombudsman mengawal pelapor ke Inspektorat atau instansi terkait,” tuturnya.

Abdul Rasyid, S.Ag. Sekjen LPKAN menambahkan bahwa, perlu adanya penguatan dan dukungan dari DPR RI agar Ombudsman memiliki
peranan yang lebih luas dan mendalam terutama tindak lanjut tentang rekomendasi untuk mewujudkan instansi negara yang good goverment.

“Perlu ada penguatan terhadap rekomendasi dari Ombudsman tentang
kinerja dari instansi yang diinvestigasi oleh Ombudsman, dan sangat dirasa
perlu untuk bersinergi dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan,
khususnya penegak hukum serta Lembaga Swadaya Masyarakat yang
komitmen dan konsisten terhadap layanan publik”, ujar Rasyid.

Lanjut Rasyid menjelaskan,
“Jika terjadi pelanggaran atau ketidak patuhan terhadap rekomendasi dari Ombudsman, maka harus ada ketegasan sanksi, baik berupa sanksi materil
ataupaun immateril”.

Rasyid mengusulkan khususnya pelanggaran maladministrasi maka sanksi yang bisa
dijatuhkan bisa berupa teguran hingga rekomendasi untuk pembekuan instasi yang bersangkutan.

“Dalam hal pemberian sanksi maka hal ini bisa
dilakukan atau ditindaklanjuti oleh pihak yang berwajib. Namun sejauh ini sanksi
yang dijatuhkan oleh ombudsman masih tidak juga membuat jera para
pelanggar”, tegasAbdul Rasyid Sekjend LPKAN Indonesia.

Hartadi Hendra Lesmana, SH., MH. Direktur LKHAI, menjelaskan terkait bentuk pelindungan yang diberikan Ombudsman kepada pelapor.

“Pelapor dalam hal ini wajib mendapat perlindungan hukum, baik dalam
kerahasiaan pelapor serta keamanan pelapor dari ancaman. Hal ini termaktub
dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Melibatkan atase kedubes RI di masing masing negara”, ujar Hartadi.

Hartadi menambahkan, LPKAN dan LKHAI memandang ombudsman sebagai lembaga independen tapi hanya
formalitas.

“Ombudsman tidak hanya untuk pemenuhan undang undang saja, karena ombudsman hanya bersifat rekomendasi”, tambahnya.

Ditempat terpisah R. Muhammad Ali Ketua Umum LPKAN Indonesia menjelaskan, dengan adanya undangan dari Badan Keahlian DPR RI dalam rangka diskusi pakar yang bertujuan membahas tentang penyusunan rancangan Undang Undang tentang perubahan Undang Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI, pihaknya sangat menyambut baik.

“Saya menyarankan agar Ombudsman harus memperkuat fungsi pengawasan yang efektif dan bebas intervensi. Percuma jika rakyat melaporkan
terjadinya maladministrasi kalau ombudsman gampang di intervensi sama
dengan pepesan kosong”, ujar Muhammad Ali.

Muhammad Ali menambahkan, “Ombudsman bukan hanya membuat mekanisme keluhan dan pengaduan untuk mendorong keterlibatan
masyarakat dalam melapor, kalau perlu melalui sistem daring, serta dapat bertanggung jawab langsung kepada
Presiden”, tutupnya. (Red)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com