Etos Indonesia: Pengungkapan Kasus Tudingan Perkosaan Pegawai Kemenkop Harus Obyektif

0 237

 

JAKARTA, Lenzanasional – Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institute Iskandarsyah mengaku prihatin atas kasus dugaan persetubuhan yang melibatkan sejumlah karyawan Kementerian Koperasi dan UKM.

Aktivis 98 ini juga meminta agar kasus tersebut dibuka secara transparan. Sehingga tidak terjadi isu liar. Sebab opini yang dibangun di ruang publik selama ini seolah ada peristiwa pemerkosaan.

“Jika kasus ini tidak dibuka dengan sebenar-benarnya maka akan menjadi preseden buruk terhadap penegakkan hukum di Indonesia. Kalau saya menduga ini bukan tindak pidana perkosaan. Masa ada kasus perkosaan dilaporkan ke pihak kepolisian setelah dua minggu pasca peristiwa itu terjadi,” ujar Iskandar dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan di Jakarta, Sabtu (31/12/2022).

Iskandar mengatakan bahwa perempuan yang diduga sebagai korban itu disinyalir ada tekanan dari pihak lain. Sebab berdasarkan informasi yang didapat itu bukan peristiwa perkosaan. Karena mereka saling kenal. Dan ketika melakukan tindakan itu dengan sadar.

“Anehnya setelah dilakukan penyidikan, selang waktu 1 tahun ternyata para terlapor mendapat SP3, yang tandanya tak ada indikasi pidana perkosaan tersebut. Namun tiba-tiba setahun kemudian muncul SPDP artinya penyidikan kasus ini akan dibuka kembali” ungkap Iskandar.

Dengan kembali terbitnya SPDP, ia menilai hal itu merupakan pelecehan buat aparat penegak hukum itu sendiri. Sebab SP3 tersebut juga merupakan produk hukum yang harus ditaati.

“Jadi saya melihat kasus ini seperti mainan dan jadi ajang transaksional. Sebab dalam kasus ini banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang diperlihatkan kepada publik,” tegasnya.

Celakanya, meski terduga pelaku itu belum mendapatkan kekuatan hukum tetap, bahkan sudah mendapatkan SP3 dan perkaranya belum juga sampai ke persidangan, sejumlah nama yang ikut terseret dalam kasus tersebut saat ini sudah dipecat dari pegawai Kemekop.

“Seharusnya Kemenkop membentuk Tim Pencari Fakta. Selanjutnya, baik terduga korban dan terduga pelaku dikonfrontir. Sehingga dapat disimpulkan peristiwa yang sebenarnya. Apakah kasus itu perkosaan atau memang didasari suka-sama suka. Tidak kalah penting, apakah si perempuan itu baru kali ini melakukan persetubuhan itu,” katanya.

Iskandar juga menyayangkan pihak-pihak yang ikut mengomentari kasus ini, padahal belum mengetahui peristiwa yang sebenarnya. Bahkan bertemu korban maupun pelaku saja tidak.

“Ada salah satu pejabat yang sok tau dengan peristiwa ini. Bahkan statement-statmentnya menyudutkan salah satu pihak. Masa pejabat sekelas menteri mengomentari kasus ‘lendir’ begini. Padahal bertemu kedua belah pihak saja belum. Tapi sudah menggiring opini seolah mengetahui. Sehingga penegak hukum merasa tertekan dengan pernyataan pejabat tersebut,” sesal Iskandar.

Dalam kasus ini, kata Iskandar, hukum seperti dibuat dagelan. Padahal SP3 sudah terbit. Tapi lantaran ada tekanan dari pihak lain maka kembali terbit SPDP meski kasus tersebut terjadi pada 2019 silam.

“Saya berpikir hukum kita ini seperti dagelan atau cerita-cerita komik. Sebab sampai hari ini pun saya melihat belum ada kedua belah pihak untuk di konfrontir bersama,” tegasnya.

Terkait dengan wacana pihak kuasa hukum akan membeberkan peristiwa yang sebenarnya dan membuka tabir di balik peristiwa itu, Iskandar, mengaku sangat mendukung, sehingga publik tidak terus beropini.

“Jangan sampai terduga pelaku itu dibunuh karakternya sebagai laki-laki hidung belang. Padahal Perempuan yang hanya memanfaatkan laki-laki dan hanya berorientasi terhadap kepuasan dan materi bisa saja disebut perempuan hidung belang,” jelasnya.

Iskandar menambahkan, dalam kasus ini, polisi juga diminta untuk mengungkap adanya dugaan pemerasan terhadap pelaku. “Jika ada bukti chat maupun permintaan uang, maka harus diungkap dengan terang benderang,” jelasnya.

Dia juga mengingatkan agar media lebih obyektif dalam memberikan informasi terkait dengan kasus dugaan persetubuhan yang dilakukan oleh pegawai Kemenkop tersebut.

“Karena kasus ini sangat sensitif dan menyangkut masa depan sejumlah orang. Ironis juga dalam kasus ini, hakim juga belum memutuskan kasus ini bersalah atau tidak, tapi begitu dahsyatnya publik menghakimi terduga pelaku lantaran isu yang dibangun tanpa ada informasi yang berimbang dari kedua belah pihak,” pungkasnya. (*)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com