JAKARTA, Lenzanasionalnews.com – Sejak penundaan musyawarah daerah (Musda) ke-V dewan pimpinan daerah (DPD) Partai Golkar Kota Bekasi, terjadi trending topik politik lokal di media massa dalam dua bulan terakhir ini. Dalam kalkulasi politik kecenderungannya lebih banyak merugikan partai politik tersebut.
Sebab, selama menunggu perhelatan Musda terjadi polemik yang tidak hanya beraroma persaingan antarkandidat calon Ketua DPD Golkar Kota Bekasi, namun justru dijadikan arena permainan politik yang seakan bola liar yang dilakukan oleh kadernya sendiri.
Pengamat politik Universitas Djuanda, Gotfridus Goris Seran, mengungkapkan rivalitas sesama kader tanpa disadri telah dimanfaatkan oleh elemen kekuatan eksternal. Boleh jadi bakal menghadang kemajuan Golkar pada pemilihan umum 2024 yang akan datang.
Menurut dosen pascasarjana ini, isu seksi mengenai soal polemik aset Gedung Golkar sengaja didigulirkan di ruang publik. Kendati persoalan Gedung Golkar tersebut, berdasarkan pernyataan mantan Ketua DPD Golkar Kota Bekasi Rahmat Effendi sudah clear, ketika ditandai dengan dibangunnya Gedung Golkar yang baru.
“Meskipun masih ada pihak yang mencoba menganulir kepemilikan lahan baru yang dijadikan bangunan Gedung Golkar tersebut namun dari aspek legilitas kurang beralasan. Karena itu, kami berpendapat bahwa semakin lama penundaan Musda akan membawa implikasi politik yang tidak sehat terutama di internal partai Golkar itu sendiri,” ungkap Goris kepada wartawan di Jakarta, Selas (6/10/2020).
Goris berpandangan dengan pembiaran yang diduga sengaja dipelihara untuk kepentingan elite yang bersifat pragmatis, DPP Partai Golkar dinilai tidak mampu menyelesaikan konflik antar kader di daerah. “Kalau hal itu terus berlanjut dan dibiarkan, bakal menjadi preseden buruk bagi partai itu sendiri,” tandas Goris.
Padahal, lajut Goris, dalam beberapa tahun kedepan, Golkar harus mempersiapkan hajat politik besar. Di antaranya, pemilihan Wali Kota, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Kalau DPP Partai Golkar ikut bermain dalam dinamika politik pada tingkat lokal, terlebih ikut memperkeruh suasana, kata Goris, bukan tidak mungkin partai berlambang pohon beringin itu, pada Pileg 2024 mendatang mengalami penurunan suara.
“Sebab, konflik di internal Partai Golkar itu bukan hanya di Kota Bekasi, beberapa pengurus DPD I maupun DPD II di sejumlah daerah pun mengajukan gugatan kepada DPP terkait beberapa persoalan di internal. Kalau Partai Golkar hanya berkutat pada persoalan konflik dan tidak segera mengambil sebuah kebijakan yang konkrit untuk kepentingan partai secara general, bukan tidak mungkin Golkar di tahun-tahun mendatang akan ditinggalkan oleh pemilihnya,” tegas Goris,
Oleh karenanya, kata Goris , beberapa kalangan pemerhati dan praktisi politik sebenarnya menyayangkan kebijakan penundaan yang akhirnya menjadi berlarut larut yang menimbilkan ketidak pastian. “Padahal perlu diingat bahwa politik adalah momentum untuk kepentingan masa depan,” katanya. (Man)