Isnaely Effendy Didakwa JPU Penipuan dan Penggelapan Rp 6,85 Miliar di Surabaya

Kasus penipuan dan penggelapan tanah senilai Rp 6,85 miliar menyeret Isnaely Effendy ke Pengadilan Negeri Surabaya. Korban, Ir. Siti Rochani, dirugikan setelah pelunasan pembayaran.

0 278

SURABAYA , Lenzanasional – Isnaely Effendy harus menghadapi meja hijau di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Rabu (15/01/2025) setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyuning Dyah Widyastuti dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mendakwanya atas kasus penipuan dan penggelapan dalam penjualan tanah dan bangunan. Perkara ini merugikan Ir. Siti Rochani dengan total kerugian mencapai Rp 6,85 miliar.

Dalam sidang yang beragendakan pembacaan surat dakwaan, JPU menyatakan bahwa terdakwa menawarkan tanah dan bangunan seluas 8.310 m² di Kelurahan Pandaan, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, kepada korban dengan harga Rp 13 miliar. Terdakwa menyatakan bahwa pembayaran bisa dilakukan secara mencicil.

Namun, setelah korban melunasi seluruh pembayaran, terungkap bahwa tanah tersebut masih milik orang lain, yaitu H. Moch. Cholil, dan terdakwa hanya membayarkan Rp 6,15 miliar kepada pemilik tanah.

Sidang kasus penipuan tanah di PN Surabaya melibatkan terdakwa Isnaely Effendy.

“Atas perbuatan terdakwa, ia didakwa melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan,” ungkap JPU di hadapan majelis hakim.

Kuasa hukum terdakwa menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan tersebut. “Lanjut saja, Yang Mulia, pada sidang pembuktian,” ujar penasihat hukum terdakwa.

Berdasarkan dakwaan, untuk meyakinkan korban, terdakwa mengajak korban melihat lokasi tanah yang akan dijual dan menyebutkan bahwa tanah tersebut sudah dibeli oleh terdakwa dan hanya tinggal proses balik nama. Pernyataan ini turut disaksikan oleh saksi Istiana dan sopir terdakwa, Mudjiono.

Korban, yang merupakan teman dekat terdakwa sekaligus rekan satu kelompok pengajian, percaya dengan ucapan terdakwa dan memutuskan untuk membeli tanah tersebut.

Namun, fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan bahwa terdakwa hanya bertindak sebagai makelar atas tanah milik H. Moch. Cholil. Dari harga total Rp 13 miliar, terdakwa mendapat komisi sebesar Rp 1,5 miliar.

Korban mulai menyerahkan pembayaran sejak 2015 hingga Desember 2020, dengan total pembayaran mencapai Rp 13 miliar. Penyerahan uang dilakukan secara bertahap di rumah korban dan warung makan miliknya, dengan beberapa kali disaksikan oleh saksi Istiana.

Hingga Agustus 2019, korban tidak meminta tanda bukti pembayaran karena merasa sangat percaya pada terdakwa. Namun, sejak terdakwa mulai sulit dihubungi, korban mulai meminta kwitansi untuk pembayaran yang dilakukan dari September 2019 hingga Desember 2020. Dari total pembayaran, hanya Rp 7,8 miliar yang dilengkapi bukti kwitansi, sementara sisanya Rp 5,2 miliar tidak memiliki bukti tertulis.

Kasus ini masih dalam tahap pembuktian di persidangan. Dengan kerugian besar yang dialami korban, majelis hakim diharapkan memberikan putusan yang adil sesuai dengan fakta hukum yang terungkap.(**)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com