Memasuki Tahun Politik, Perang Opini di Media Mulai Memanas

0 91

Jakarta, Lenzanasional.com Jelang memasuki tahun politik, publik sepertinya digiring dengan propaganda di media yang dinilai tidak obyektif dan berimbang dalam memberitakan sosok yang digadang gadang bakal maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.

Bahkan media yang diduga diendors oleh sosok capres tertentu, secara terus menerus memberitakan soal isu negatif terhadap capres lainnya.

Menanggapi penggiringan opini yang dilakukan sejumlah media di tengah menghangatnya isu politik nasional, direktur eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah menilai bahwa telah terjadi pergeseran peran media yang seharusnya obyektif dan independen.

Menurutnya, cek and ricek terhadap sumber berita sepertinya sudah mulai diabaikan. Media lebih mengedepankan isu yang tengah hangat dibicarakan di media sosial. Padahal opini yang dibangun di dunia maya belum tentu sesuai dengan fakta.

“Misal, ada media yang terus merunnig pemberitaan dan menggiring opini negatif terhadap capres tertentu. Di sisi lain, media tersebut juga menciptakan persepsi positif terhadap capres lainnya. Ini sudah tidak sehat. Lantas siapa yang dapat mengontrol media-media tersebut,” ujar Iskandar kepada Lenza Nasional di Jakarta, Rabu (30/11/2022).

Iskandar berpandangan, jika perang opini di media dibiarkan tanpa ada kontrol yang jelas dari instansi atau lembaga pers yang menaunginya, tidak menutup kemungkinan ke depan bakal terjadi konflik horizontal antarpendukung capres.

“Contoh saja, ada salah satu media yang terus menerus menggiring opini negatif terhadap capres hasil deklarasi NasDem yakni Anies Baswedan. Tapi di sisi lain media ini menciptakan persepsi positif terhadap bakal capres lainnya. Seharusnya, di tengah menghangatnya suhu politik nasional, media harus berperan aktif dalam mendinginkan suasana,” harap Iskandar.

Pihaknya juga mempertanyakan peran dewan pers (DP) yang dinilai tidak maksimal. Lebih lanjut, kata Iskandar, DP tidak boleh hanya mengakomodasi media tertentu.

Oleh karenanya, Iskandar mendesak Kementerian Kominfo agar berperan aktif dalam mengontrol media yang dinilai kerap memberitakan hal-hal yang berpotensi memecah belah sesama anak bangsa.

Terlebih saat ini mulai memasuki tahun politik, peran media yang menjadi pilar keempat dalam amanah konstitusi harus dijunjung tinggi. Media harus menjadi penyambung lidah masyarakat bukan berpihak terhadap pemodal atau kelompok tertentu.

“Jika media sulit terkontrol dan lembaga terkait abai akan hal ini wajar saja jika muncul berita hoax. Dan perlu diingat juga, adanya berita hoax juga terkadang muncul dari pejabat publik. Untuk itu kami meminta agar pejabat publik berhati-hati dalam berbicara di ruang publik,” pungkasnya. (Saugy/Kr1)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com