Pansus DPRD Surabaya Tindaklanjuti Catatan Pemprov Jatim dalam Pembahasan Raperda RPPLH 2024–2054
Surabaya – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Surabaya melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) tahun 2024–2054. Rapat yang digelar pada Kamis (30/10/2025) tersebut dipimpin Ketua Pansus, Imam Syafii, dan dihadiri perwakilan dari Bappedalitbang, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta Bagian Hukum dan Kerjasama Pemkot Surabaya.
Fokus pembahasan kali ini adalah pendalaman terhadap hasil fasilitasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sejumlah catatan dari Pemprov dinilai masih perlu dikaji lebih lanjut karena menimbulkan perbedaan penafsiran, terutama pada bagian konsideran serta susunan pasal-pasal dalam draf Raperda. Para anggota Pansus menilai penyempurnaan naskah akhir perlu dilakukan agar sesuai dengan ketentuan regulasi terbaru.
Anggota Pansus, dr. Zuhrotul Mar’ah, menekankan pentingnya pembaruan dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan Raperda. Menurutnya, beberapa acuan masih menggunakan regulasi lama.
“Sebagian rujukan masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Padahal sudah ada aturan baru, seperti PP Nomor 26 Tahun 2025, yang seharusnya menjadi dasar utama. Selain itu, teknik penyusunan naskah perlu disesuaikan dengan pedoman terkini agar tidak menimbulkan kekeliruan,” ujarnya.
Sementara itu, Johari Mustawan mempertanyakan posisi hukum hasil fasilitasi dari Pemprov Jatim. Ia meminta kejelasan apakah rekomendasi gubernur bersifat wajib diikuti atau hanya sebagai masukan teknis.
“Kalau sifatnya hanya saran, tentu tidak semua perlu dibahas secara detail di Pansus. Namun jika berdampak pada substansi, maka perlu ditelaah lebih dalam,” tegasnya.
Johari juga mengingatkan agar perubahan regulasi, seperti UU Nomor 32 Tahun 2009 maupun UU Nomor 6 Tahun 2003, tidak menggeser arah kebijakan yang sudah dirumuskan dalam dokumen RPPLH.
Dari pihak eksekutif, Firly dari Bagian Hukum dan Kerjasama menjelaskan bahwa proses fasilitasi saat ini lebih banyak dilakukan secara daring.
“Sekarang komunikasi dengan provinsi umumnya melalui telepon atau surat elektronik. Tidak seintens tatap muka seperti sebelumnya, namun tetap wajib kami tindak lanjuti karena nomor register dari provinsi menjadi syarat pengesahan Raperda,” jelasnya.
Sementara itu, Nina dari DLH menambahkan, perubahan dalam draf Raperda lebih bersifat administratif.
“Substansi RPPLH sudah mengikuti ketentuan terbaru. Penyesuaian terutama pada konsideran dan dasar hukum agar selaras dengan PP Nomor 26 Tahun 2025,” paparnya.
Menutup rapat, Ketua Pansus Imam Syafii menegaskan pentingnya sinergi antarinstansi agar proses penyempurnaan Raperda berjalan lancar. Ia menilai isi Raperda sudah selaras dengan kebijakan nasional, namun beberapa poin hasil fasilitasi masih perlu dipertegas sebelum masuk tahap finalisasi.
“Kami ingin memastikan apakah perlu validasi ulang atau cukup menyesuaikan konsideran. Yang jelas, substansi pokoknya tidak boleh berubah,” tegasnya.
Imam menargetkan pembahasan Raperda RPPLH 2024–2054 bisa rampung dalam dua pekan ke depan.
“Kami minta Bagian Hukum segera berkoordinasi dengan Biro Hukum Provinsi, dan DLH juga menjalin komunikasi intensif dengan DLH Provinsi agar administrasinya tidak terhambat,” pungkasnya.