Penahanan mantan Direktur Polinema oleh Kejati Jatim atas dugaan korupsi pengadaan tanah

0 130

Surabaya,lenzanasional.com – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) melalui tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) resmi menahan Awan Setiawan, mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema) periode 2017–2021, atas dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus. Negara disebut mengalami kerugian sebesar Rp 42 miliar akibat kasus ini.

Awan tidak sendiri. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama Hadi Setiawan, pemilik tanah yang bekerja sama dalam proses pengadaan tersebut.

“Kedua pelaku kami tetapkan tersangka setelah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi mengarah kepada kedua pelaku ini,” ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, saat memberikan keterangan pada Rabu, 11 Juni 2025.

Saiful menjelaskan bahwa pengadaan tanah tersebut dilakukan pada 2019 tanpa melibatkan panitia resmi. Baru pada 2020, Awan menerbitkan Surat Keputusan panitia pengadaan tanah setelah dirinya dan Hadi sepakat pada harga tanah sebesar Rp 6 juta per meter persegi. Tanah seluas 7.104 meter persegi itu terletak di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, dan terdiri dari tiga Sertifikat Hak Milik (SHM).

“Jadi luas tanah yang dibeli tersebut seluas 7.104 meter persegi yang terdiri dari tiga Surat Hak Milik (SHM) seluruhnya Rp. 42.624.000.000,” terang S.B Siregar

Ironisnya, harga tersebut ditentukan tanpa melibatkan jasa appraisal atau penilai harga tanah yang sah. Bahkan, menurut Saiful, Hadi melakukan transaksi jual beli tanpa surat kuasa dari pemilik sah tanah.

“Pelaku Hadi ini telah menerima uang muka sebesar Rp3.873.500.000 pada tanggal 30 Desember 2020 dan Hadi baru mendapatkan Surat Kuasa Menjual pada tanggal 4 Januari 2021,” jelasnya.

Di tahun anggaran 2021, Awan yang kala itu masih menjabat sebagai Direktur Polinema, memerintahkan bendahara lembaga untuk membayarkan dana sebesar Rp 22,6 miliar kepada Hadi, tanpa bukti akuisisi sah atas tanah tersebut.

“Hal ini dilakukan seakan-akan lunas pada satu tahun anggaran, namun berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), semua bidang tanah dilakukan pembayaran secara bertahap lebih dari satu tahun anggaran dan tidak ada akuisisi aset dari setiap paket yang dibayarkan dalam DIPA,” paparnya.

Lebih miris lagi, hasil penilaian terbaru menunjukkan bahwa sebagian bidang tanah tersebut berdekatan dengan sempadan sungai, sehingga tidak dapat digunakan untuk perluasan kampus.

“Sehingga tanah tersebut tidak bisa dipergunakan untuk perluasan kampus,” imbuh Siregar.

Setelah penyidikan dan pengumpulan bukti yang cukup kuat, kedua tersangka langsung ditahan di Rutan Kelas 1 Surabaya cabang Kejati Jatim.

“Setelah adanya bukti dan saksi yang kuat kami tetapkan tersangka dan kami tahan langsung keduanya,” tegas Siregar.

Keduanya dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman maksimal yang menanti mereka adalah 20 tahun penjara. (Lik)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com