PGI Disarankan Lakukan Kajian Terkait Pernyataan Soal 51 Pegawai KPK Tak Lolos TWK
JAKARTA, Lenzanasional.com – Kasus 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan dari tugasnya lantaran tidak berhasil melewati tes wawasan kebangsaan (TWK) terus menuai pro dan kontra di ruang publik.
Sejumlah kalangan, seperti para aktivis anti korupsi hingga kelompok keagamaan ikut mengomentari soal pemecatan 51 pegawai lembaga anti rasuah tersebut yang dinilainya sebagai bentuk pelemahan terhadap lembaga KPK.
Salah satunya dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) yang meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut menyikapi sengkarut yang terjadi dalam tubuh KPK.
Ketua umum PGI Gomar Gultom mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan Presiden Jokowi mengingat telah terjadi upaya pelemahan di lembaga antirasuah itu menyusul keputusan pimpinan KPK yang memecat 51 dari 75 pegawai yang tak lulus TWK.
“Kita sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) belakangan ini,” kata Gomar melalui keterangannya.
Pernyataan PGI itu mendapat tanggapan pengamat komunikasi dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing. Dia menyarankan agar Ketua PGI sebelum memberikan pandangan soal adanya adanya upaya pelemahan KPK, seharusnya melakukan penelitian lebih mendalam dari para pihak yang berwacana. Baik pegawai yang tidak lolos TWK maupun pegawai yang lolos TWK.
“Saya sarankan terhadap temen-temen di PGI melakukan penelitian terdadap perilaku pegawai KPK. Seperti adanya kasus pencurian barang bukti yang diduga dicuri oleh oknum pegawai KPK. Nah, seharusnya sebelum memberikan pernyataan di ruang publik hendaknya melakukan kajian lebih mendalam sehingga tidak ada kesan berpihak kepada salah satu kelompok,” kata Emrus kepada wartawan, Minggu (30/5/2021).
Emrus sepakat bahwa tidak boleh ada pelemahan KPK dari pihak manapun. Karena persoalan korupsi masih menjadi masalah bangsa di setiap tingkatan dan segala bidang.
Emrus mengatakan, tes wawasan kebangsaan merupakan amanat undang-undang. Oleh karena itu dia berpandangan bahwaTWK itu sebagai bentuk penguatan lembaga KPK.
“Tolak ukur kita dalam menguatkan KPK ketika berjalan sesuai dengan undang-undang. Apakah tes wawasan kebangsaan itu perintah undang-undang atau bukan. Kalau itu perintah undang-undang itu berarti penguatan bukan pelemahan,” kata Emrus.
Adapun dalam TWK ada yang lulus dan tidak, itu merupakan sebuah konsekuensi. “Bukankan yang tidak lolos TWK hanya 51orang, sementara yang lolos seribu orang lebih,” tegasnya.
Menurut Emrus, kalau dibandingkan secara kuantitatif jumlah tersebut tidak signifikan bila dilihat dari angka statistik antara yang kalah dengan yang menang, dan proporsinya hanya berapa persen yang tidak lolos.
“Jadi kalau ada pihak yang mengatakan bahwa tidak lolosnya TWK kepada sejumlah pegawai bagian dari pelemahan KPK, pernyataan itu sangat tidak mendasar. Kelompok yang berpendapat seperti itu sepertinya telah terbius dengan pesan komunikasi yang muncul di permukaan dan perlu diberikan pencerahan,” ucap Emrus.
Bahkan, kata Emrus, sebagai lembaga kegamaan yang terhormat, PGI disarankan lebih banyak membawa dalam do’a. “Seperti mendoakan semoga Tuhan memberikan kekuatan kepada lembaga KPK agar kinerjanya lebih baik dalam menangani kasus korupsi di Indonesia,” pungkas Emrus.