Tiga Polisi Terpidana Mangkir Sidang Restitusi Korban Tragedi Kanjuruhan
Sidang perdana permohonan penetapan restitusi yang diajukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk 72 keluarga korban tragedi Kanjuruhan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (21/11/2024). Dalam sidang ini, keluarga korban menuntut pembayaran ganti rugi senilai Rp 17,5 miliar terhadap lima terpidana.
SURABAYA, Lenzanasional – Sidang perdana permohonan penetapan restitusi yang diajukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk 72 keluarga korban tragedi Kanjuruhan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (21/11/2024). Dalam sidang ini, keluarga korban menuntut pembayaran ganti rugi senilai Rp 17,5 miliar terhadap lima terpidana.
Namun, sidang harus ditunda karena tiga dari lima terpidana, yaitu AKP Hasdarmawan, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan AKP Bambang Sidik Achmadi, tidak hadir. Menurut kuasa hukum pemohon, Anjar Nawan Yusky, ketidakhadiran mereka didasarkan pada surat dari Kabid Hukum Polda Jawa Timur yang menyebut alasan Pilkada dan situasi tidak kondusif.
Pihak keluarga korban keberatan dengan alasan tersebut, menegaskan bahwa semua pihak harus tunduk pada hukum. Terlebih, sidang restitusi ini sudah lama dinantikan oleh keluarga korban. Sementara itu, pihak kejaksaan dan pengacara dua terpidana lain, Abdul Haris dan Suko Sutrisno, hadir dalam persidangan.
“Sidang akan dilanjutkan pada 10 Desember 2024. Jika terpidana polisi tidak hadir lagi, permohonan tetap akan disidangkan tanpa kehadiran mereka,” tegas Anjar.
Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Malang, Daniel Siagian, mengungkapkan bahwa permohonan restitusi sebenarnya sudah diajukan oleh LPSK kepada jaksa penuntut umum dari Kejati Jatim saat kelima terpidana masih disidangkan. Namun, jaksa tidak mencantumkan permohonan itu dalam tuntutannya.
“Seharusnya permohonan restitusi menjadi bagian dari tuntutan jaksa penuntut umum. Karena diabaikan, keluarga korban akhirnya mengajukan permohonan sendiri ke PN Surabaya setelah putusan kelima terpidana berkekuatan hukum tetap,” jelas Daniel.
Dari total 72 pemohon, 64 adalah keluarga korban meninggal dunia, sementara delapan lainnya merupakan keluarga korban luka-luka. Tuntutan ganti rugi bervariasi, mulai dari Rp 250 juta hingga Rp 525 juta per pemohon.
Rizal Putra Pratama, salah satu keluarga korban, menyatakan bahwa restitusi merupakan langkah untuk menuntut keadilan. Ia menilai berbagai upaya hukum yang telah ditempuh tidak membuahkan hasil yang memuaskan.
“Saya kehilangan ayah dan dua adik saya. Sampai sekarang hukum belum memenuhi rasa keadilan. Pelaku penembakan gas air mata tidak dihukum, dan laporan kami di Polres Kepanjen tidak dilanjutkan,” keluh Rizal.
Keluarga korban berharap permohonan restitusi ini dapat menjadi awal keadilan bagi mereka yang kehilangan orang tercinta dalam tragedi Kanjuruhan.(**)