Surabaya – Puluhan lembaga olahraga di Jawa Timur hampir dipastikan tidak akan menerima dana hibah dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Jawa Timur, meskipun sebelumnya mereka telah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Kepastian itu muncul setelah Dispora Jatim membatalkan proses pencairan secara sepihak melalui surat bernomor 000.4.3.2/31269/117.1/2025 perihal Pencairan Hibah Daerah 2025 melalui Dispora Jatim.
Dalam surat tersebut disebutkan hasil rapat bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Tim Provinsi Jatim di Inspektorat pada 10 November 2025. Salah satu poinnya menyatakan bahwa hibah berupa uang kepada organisasi yang tercantum dalam SK Gubernur No. 100.3.3.3.3.1/384/013/2025 tidak dapat direalisasikan karena dinilai bukan kewenangan Dispora Jatim.
Mantan anggota DPRD Jawa Timur 2019–2024, Mathur Khusairi, menyayangkan keputusan sepihak tersebut. Menurutnya, pembatalan di saat proses sudah mendekati akhir membuat banyak lembaga olahraga kecewa karena menunggu pencairan hibah untuk mendukung aktivitas pembinaan atlet.
Mathur menjelaskan bahwa hibah untuk lembaga olahraga merupakan pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Jatim periode sebelumnya, yang diajukan pada 2024 untuk anggaran 2025. Prosesnya, kata dia, telah melalui verifikasi sesuai mekanisme yang berlaku.
“Kita kan sudah memasukkan proposal, sudah diverifikasi oleh TAPD, kemudian didistribusikan ke OPD terkait yang berwenang. Sudah diverifikasi oleh OPD-nya, sudah keluar SK Gubernur, kemudian calon penerima sudah tanda tangan NPHD, tinggal realisasi saja,” ujarnya.
Ia menilai kegagalan pencairan hibah dipicu pergantian Kepala Dispora Jatim. Menurutnya, pejabat yang baru kurang memahami regulasi dan bersikap terlalu hati-hati, meski seluruh tahapan sudah terpenuhi.
“Nah, menurut saya ini kan aneh. Karena semua sudah dilakukan, verifikasinya, kemudian SK Gubernur sudah ada. NPHD sudah. Tinggal pencairan saja. Nah, ini saya menilai, Kadisporanya ini yang ragu. Apa ya, ingin mencari aman, gitu loh,” katanya.
Mathur menegaskan bahwa regulasi Pergub Jatim mengharuskan pencairan dilakukan apabila NPHD sudah ditandatangani sebagai bentuk pertanggungjawaban penerima hibah.
“Karena sudah jelas di Pergub itu, NPHD ini adalah satu bentuk pertanggungjawaban penerima. Kalaupun terjadi apa-apa, semuanya ditanggung oleh penerima,” jelasnya.
Ia juga menilai Kepala Dispora saat ini terlalu berhati-hati dan memilih posisi aman, meski keputusan tersebut berdampak pada nasib pembinaan atlet di Jawa Timur.
“Saya menilai Kepala Dinasnya ini yang nggak berani. Tidak tegas dalam mengambil sikap, gitu loh. Apa-apa yang disampaikan dalam surat itu, absurd semua bagi saya, karena semua tahapan sudah dilakukan,” ujarnya.
Mathur menambahkan, keputusan sepihak itu juga mengecewakan para calon penerima hibah yang sebelumnya telah diundang untuk menandatangani NPHD.
“Nah, ini akhirnya, keputusan sepihak yang diambil oleh Kepala Dinas ini mengecewakan saya sebagai aspirator, mengecewakan calon penerima yang sudah datang jauh-jauh, diundang untuk NPHD, tapi ternyata dibatalkan di akhir tahun melalui surat,” tuturnya.
Menurut Mathur, keberlangsungan pembinaan olahraga di Jawa Timur sangat bergantung pada dukungan Pemerintah Provinsi. Sebab, anggaran kabupaten/kota dinilai tidak mampu mengcover kebutuhan pembinaan atlet.
“Karena kita tahu APBD Kabupaten-Kota ini nggak bakalan mencukupi, nggak bakalan diperhatikan. Makanya ada intervensi dari Pemprov dengan skema hibah ini,” pungkasnya.