Surabaya – Libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) menjadi ujian nyata bagi daerah yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai penopang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di Kota Surabaya, berbagai destinasi wisata milik pemerintah telah dibangun dan dikembangkan, khususnya wisata berbasis alam. Namun, efektivitas pengelolaannya dinilai masih perlu dikaji ulang.
Hingga kini, belum terdapat data survei yang komprehensif mengenai minat masyarakat Surabaya untuk berwisata di dalam kota saat masa liburan panjang. Kondisi ini menyulitkan pemerintah daerah dalam menjadikan destinasi wisata lokal sebagai pilihan utama warga, termasuk pada momen Nataru.
Ironisnya, meski Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan peringatan terkait cuaca yang kurang bersahabat di Jawa Timur selama libur Nataru, banyak warga Surabaya justru memilih bepergian ke luar daerah untuk menghabiskan masa liburan. Fenomena tersebut memunculkan pertanyaan mengenai daya tarik dan kesiapan destinasi wisata lokal.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, S.H., S.M., M.H., menilai kondisi tersebut seharusnya menjadi bahan evaluasi serius bagi Pemerintah Kota Surabaya dalam mengelola aset wisata daerah.
Menurut Yona, pembangunan destinasi wisata yang bersumber dari APBD memang penting sebagai upaya meningkatkan PAD. Namun, pengelolaannya harus berorientasi pada keberlanjutan dan inovasi agar tidak berhenti sebatas pembangunan fisik semata.
“Pengembangan wisata daerah kami dukung, tetapi pemanfaatannya harus dioptimalkan. Jangan sampai destinasi yang sudah dibangun justru menjadi beban anggaran karena minim pengunjung,” ujarnya.
Yona mencontohkan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang hingga saat ini belum memiliki direktur utama definitif. Kondisi tersebut dinilai menghambat lahirnya kebijakan strategis dan inovasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah pengunjung.
“Momentum libur panjang Nataru seharusnya dimanfaatkan untuk menghadirkan terobosan baru agar kunjungan tetap stabil selama masa liburan, bukan hanya ramai di akhir pekan,” tegasnya.
Selain KBS, Yona juga menyoroti pengelolaan wahana wisata off-road di kawasan Tahura Pakal. Ia menyebut perlunya pembenahan manajemen agar kawasan tersebut lebih mudah diakses oleh komunitas off-roader dan masyarakat umum.
“Banyak keluhan dari komunitas off-road dan jeep karena sulitnya koordinasi dengan pengelola. Jika perlu, pengelolaan bisa melibatkan pihak swasta agar lebih profesional dan mampu mendorong peningkatan PAD,” jelasnya.
Menutup pernyataannya, Yona menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap seluruh destinasi wisata milik daerah yang telah dipromosikan sebagai ikon wisata Kota Surabaya, agar keberadaannya benar-benar memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat.