BREBES, Lenzanasional – Jelang pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanakan pada 27 November mendatang, mayoritas masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah mengaku tak mau lagi mendukung kepala daerah dari sosok perempuan.
Pasalnya, di dua periode kepemimpinan Bupati Idza Priyanti yang juga politisi PDIP itu, namun angka kemiskinan tetap tinggi, selain itu proses pembangunan dinilai masih tertinggal jauh dibanding daerah lainnya di Jawa Tengah.
Direktur eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah menilai, menguatnya gelombang penolakan calon bupati berlatar belakang perempuan itu karena bupati sebelumnya lantaran hanya memberikan karpet merah bagi para oligarki di daerah penghasil bawang merah tersebut.
Seperti diketahui, saat ini banyak bermunculan baliho dan spanduk bergambar Paramitha Widya Kusuma, politisi PDIP juga anak mantan Bupati Brebes yang pernah tersandung korupsi itu menghiasi sejumlah titik jalan utama di Kabupaten Brebes.
Menurut Iskandar, berdasarkan data yang diterima, bahwa sejak 2019 angka kemiskinan di Kabupaten Brebes mencapai 16 persen. Kemudian saat pandemi covid 19 pada 2020 jumlah masyarakat miskin malah meningkat menjadi 17 persen.
“Meski di 2024 ini turun menjadi 15 persen namun masih jauh dari target nasional 11 persen. Artinya, meskipun bupatinya dari perempuan ternyata kurang memahami kebutuhan dasar masyarakat. Disini bisa kita lihat bahwa bupati sebelumnya gagal meningkatkan ekonomi masyarakat. Nah apakah masyarakat Brebes harus kembali jatuh di lubang yang sama,” ujar Iskandar seperti dalam tertulisnya yang diterima redaksi, Ahad (18/8/2024).
Iskandar juga menilai, kepala daerah di Brebes berasal dari politisi PDIP yang selama ini kerap mengeksploitasi wong cilik sebagai cara untuk menarik simpati namun sayangnya tidak berbanding lurus dengan kebijakannya untuk mensejahterakan rakyatnya.
Selain itu, proses pembangunan di Brebes dinilai tidak akomodatif. Padahal, jika dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Brebes itu terbentang dari wilayah barat, utara, tengah dan selatan.
“Jika dilihat proses pembangunan infrastruktur, Pemkab Brebes kami menilai lebih mengutamakan proses pembangunan di Brebes utara dan tengah. Sementara Brebes selatan dan barat seperti masyarakat termarjinalkan. Maka wajar jika masyarakat Brebes selatan ingin memisahkan diri,” ungkap Iskandar.
Iskandar juga menilai masyarakat di Kabupaten Brebes yang selama ini mendukung PDIP sudah muak dengan kebijakan kepala daerahnya yang hanya mengeksploitasi wong cilik.
“Praktis di Pileg 2024 ini suara PDIP turun. Meksi tidak signifikan, namun indikator itu kian menguatkan bahwa masyarakat sudah tidak lagi menentukan pilihan politik terbaiknya pada PDIP. bahkan kami menduga PDIP bakal dikepung partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM),” kata Iskandar.
Oleh karena itu, Iskandar menyarankan agar partai yang tergabung dalam KIM-Plus, yaitu Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PKB, PKS, NasDem, dan PPP untuk bersatu dan melawan hegemoni PDIP di Jawa Tengah dan memenangkan calon kepala daerah yang didukung KIM-Plus
“Kandang banteng di Jawa Tengah sudah roboh dengan kepongahannya. Ini partai seolah-oleh milik keluarga, rakyat yang ikut membesarkan partai bahkan mendorong kadernya menjadi kepala daerah namun setelah duduk lupa dengan yang mendukungnya. Oleh karena itu, saatnya Brebes dipimpin oleh orang yang berkompeten. Jika partai yang tergabung KIM-Plus bersatu maka diharapkan membawa perubahan bagi masyarakat Brebes,” pungkasnya. (Lk)