JAKARTA, Lenzanasional – Setelah gagal pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 lalu, Anies Baswedan resmi mengumumkan kembali mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Keputusan itu diambil Anies setelah menerima rekomendasi pengusungan dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jakarta pada Kamis (13/6/2024).
Mantan gubernur DKI Jakarta itu dinilai jadi magnet bagi sejumlah partai politik yang. Tak tanggung-tanggung ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pengarep yang juga putra bungsu Presiden Jokowi, mengaku siap jika berdampingan dengan Anies Baswedan pada Pilkada mendatang.
Analis politik dan kebijakan publik Yusuf Blegur menilai sejatinya, publik bukan saja menganggap anak-anak Jokowi yang terlibat dalam politik sebagai anak haram konstitusi. Lebih dari itu karena melacurkan demokrasi, semua keturunan dan warisan Jokowi sebagai sesuatu yang haram bagi keselamatan dan keberlangsungan NKRI.
Yusuf berpandangan bahwa wacana Anies dipasangkan dengan Kaesang Pangarep, sungguh sesuatu yang mengada-ada. “Jangankan untuk dilakukan, dipikirkan saja niatan itu sudah menjadi sesuatu yang tabu,” ujar Yusuf dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Sabtu (15/6/2024).
Menurut dia, Anies tetaplah Anies seorang pemimpin yang berkarakter, meski dikalahkan Jokowi dalam pilpres 2024 dengan segala bentuk kejahatan pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif.
Yusuf menilai, suatu penghinaan bagi konsitusi dan demokrasi, suatu penghinaan bagi Anies sendiri, bagi rakyat, negara dan bangsa Indonesia jika Anies bergandengan tangan dengan putra bau kencur Jokowi dalam kontestasi pilgub DKI Jakarta.
“Semua elit politik boleh tunduk pada Jokowi. Semua pemuka agama boleh manut pada Jokowi. Semua institusi dan aparat pemerintahan boleh dikendalikan Jokowi. Semua media massa boleh diatur Jokowi,” tegasnya.
“Tapi Jokowi bukan Tuhan yang menguasai seluruh manusia dan alam semesta. Anies tak perlu takut, Anies tak perlu gentar dan Anies tak perlu cemas menghadapi Jokowi yang kian tirani,” imbuh Yusuf.
Kata Yusuf, mengikuti perhelatan pilkada Jakarta boleh saja menjadi polemik dan kontroversi bagi Anies di mata rakyat. Mungkin karena rakyat menganggap rezim akan menggunakan segala cara untuk mengalahkan Anies seperti pada saat pilpres 2024 yang lalu.
Namun, jika Anies harus dipaksakan berpasangan dengan Kaesang dan Anies menerimanya, maka kematian integritas yang terjadi pada seorang Anies.
“Jika itu dilakukan, maka Anies akan mengubur dalam-dalam torehan satunya kata dan perbuatannya sebagai seorang pemimpin otentik yang selama ini melekat pada dirinya,” ungkap Yusuf.
Sebab kata Yusuf, hal itu bukan soal taktis dan strategis dalam menghadapi dinamika konstitusi dan demokrasi, berpasangan dengan Kaesang yang menjadi penerus distorsi kekuasaan dan irisan langsung politik dinasti harus dilihat secara hitam putih.
“Anies harus menganggap perspektif politik itu sebagai sesuatu yang halal atau haram. Resan air ke air, resan minyak ke minyak, seperti itulah memandang Anies dengan Kaesang dan semua yang berbau Jokowi,” ungkap Yusuf.
Oleh karena itu, Anies harus setia pada perjuangan “amar ma’ruf nahi munkar” serta mengedepankan etika dan moral pada kepemimpinannya. Anies harus berani dan tegas mengatakan yang hak dan batil di hadapan rezim Jokowi.
Anies harus berani menentang dan melawan kezaliman rezim Jokowi. Karena pada prinsipnya, Anies bukanlah budak Jokowi.
“Kepemimpinan dan kekuasaan pada hakekatnya adah sesuatu yang “givens”. Bagaimana kepemimpinan dan kekuasaan itu digunakan, akan sangat bergantung pada sifat baik atau sifat buruk seseorang,” pungkasnya..