Sorotan Akademisi Terhadap RUU KUHAP: Potensi Konflik Kewenangan Kejaksaan dan Kepolisian

Akademisi hukum mengingatkan dampak RUU KUHAP terhadap sistem peradilan pidana. Pemisahan tugas polisi dan jaksa dinilai penting untuk menghindari tumpang tindih kewenangan.

0 135

 

SURABAYA, Lenzanasional – Berbagai akademisi terus memberikan perhatian serius terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas oleh DPR RI. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah kewenangan ganda yang diberikan kepada kejaksaan, baik untuk melakukan penyelidikan maupun menerima laporan masyarakat di ranah pidana umum.

Ahli Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Dr. Radian Salman, S.H., LL.M., menyatakan bahwa RUU KUHAP harus diarahkan pada penguatan sistem hukum untuk mewujudkan keadilan, baik materiil maupun formil.

“Harus ada prinsip keseimbangan dalam sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system),” tegas Radian dalam keterangannya.

Radian mengungkapkan pentingnya pemisahan fungsi antara kepolisian dan kejaksaan. Hal ini, menurutnya, diperlukan agar tidak terjadi konsentrasi kekuasaan di satu lembaga. Pemisahan tersebut dikenal dengan istilah differentiation of functions yang menekankan pembagian tugas secara jelas.

“Ini sesuai dengan Putusan MK Nomor 28/PUU-V/2007,” ujarnya.

Menurut Radian, jika Pasal 111 ayat 2, Pasal 12 ayat 11, hingga Pasal 6 dan Pasal 30 b dalam RUU KUHAP disahkan, maka akan timbul tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan polisi. Situasi ini berpotensi menciptakan dualisme dalam prosedur penyelidikan, di mana kedua lembaga tersebut memiliki kewenangan yang sama untuk menyelidiki kasus pidana.

Ahli Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Dr. Radian Salman, S.H., LL.M.,

Dalam sistem integrated criminal justice, Radian menekankan perlunya pengawasan yang dilakukan secara vertikal dan horizontal. Khususnya pengawasan horizontal, yang dapat tercapai apabila kewenangan antar lembaga penegak hukum bersifat seimbang dan tidak saling mendominasi.

“Reformasi KUHAP harus dimulai dengan semangat kolaborasi antar sub-sistem agar tercipta sistem peradilan pidana terpadu. Sinergi antara penyidik, jaksa, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan adalah fondasi dari sistem peradilan pidana yang kuat dan kredibel,” tegasnya.

Ia menambahkan, RUU KUHAP seharusnya menjadi alat untuk memperkuat sinergi antar lembaga, bukan justru menciptakan konflik kewenangan baru yang merugikan sistem hukum secara keseluruhan.

Dr. Radian Salman menekankan pentingnya reformasi hukum yang berpijak pada kolaborasi semua elemen peradilan. Menurutnya, keberhasilan sistem peradilan pidana terpadu terletak pada sinergi dan keseimbangan kewenangan, tanpa ada dominasi satu lembaga atas lainnya.

“RKUHAP harus menjadi instrumen untuk memperkuat sinergi, bukan malah menciptakan konflik kewenangan baru,” pungkasnya.(**)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com