Sugeng Divonis Bebas dari Tuntutan Pemalsuan Surat, Dugaan Mafia Tanah Muncul
Sugeng (60), warga Jalan Kalijudan 9 Surabaya, divonis bebas oleh Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait kasus dugaan pemalsuan surat ahli waris. Hakim menyatakan bahwa meskipun perbuatan terdakwa terbukti, perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
SURABAYA, Lenzanasional – Sugeng (60), warga Jalan Kalijudan 9 Surabaya, divonis bebas oleh Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait kasus dugaan pemalsuan surat ahli waris. Hakim menyatakan bahwa meskipun perbuatan terdakwa terbukti, perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
“Melepaskan terdakwa Sugeng dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan hukum, hak-hak, serta martabatnya,” ujar Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya saat membacakan putusan di ruang sidang Cakra, Kamis (14/11/2024).
Vonis tersebut berbeda dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Farida Hariani, yang sebelumnya meminta agar terdakwa dihukum 3 tahun 6 bulan penjara. Menanggapi putusan tersebut, JPU menyatakan akan pikir-pikir. “Kami pikir-pikir, Yang Mulia,” ujar JPU Farida.
Sementara itu, Sugeng bersama kuasa hukumnya, Agus Supriyanto, menerima putusan tersebut, meski Agus menyatakan bahwa masih ada sejumlah hal yang perlu ditelaah lebih lanjut, terutama terkait bukti-bukti yang diajukan.
“Kami menduga ada kejanggalan terkait transaksi tanah yang terjadi pada 1978. Pemerintah Kota Surabaya diketahui telah membayar Rp275 juta untuk pembelian tanah di Kalijudan melalui notaris dengan Akta No. 151. Namun, akta tersebut diubah setelah 10 tahun oleh pihak lain. Dugaan adanya mafia tanah mulai dari tahun 1978 ini cukup kuat,” ungkap Agus.
Sugeng didakwa telah memalsukan keterangan dalam akta otentik terkait tanah seluas 4.145 m² di Kelurahan Kalijudan, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya. Berdasarkan dakwaan JPU, tanah tersebut sebelumnya telah dijual oleh ibu Sugeng, Atminah Bok Mudjiono, kepada PT Sinar Galaxy pada 1975. Namun, Sugeng pada tahun 2014 mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya dan menjualnya kepada Ong Hengky Ongky Wijoyo dengan Akta Pengikatan Jual Beli melalui notaris.
Tanah tersebut sebelumnya dikuasai oleh PT Sinar Galaxy dan telah berpindah kepemilikan ke Dr. H. Udin, S.H., M.H., hingga akhirnya sebagian dijual ke pemilik kavling perumahan. Namun, dokumen asli terkait tanah tersebut dilaporkan hilang pada 2004 karena pencurian di kantor notaris.
JPU menyebut tindakan Sugeng telah merugikan pihak lain, termasuk para pemilik kavling. Sugeng juga disebut menjual tanah di bawah harga pasaran, yaitu Rp1,6 juta per meter persegi, jauh di bawah nilai pasar Rp4 juta per meter persegi.
Kuasa hukum Sugeng mengungkapkan adanya kejanggalan dalam transaksi tanah sejak 1978. Menurutnya, Pemerintah Kota Surabaya telah mengganti rugi tanah tersebut pada tahun itu, namun dokumen otentik diubah oleh pihak tertentu, mengindikasikan adanya mafia tanah.
“Perubahan dalam akta serta keterlibatan banyak pihak menunjukkan adanya praktik mafia tanah yang berlangsung sejak lama,” ujar Agus.
Hingga kini, putusan tersebut menjadi perhatian, mengingat munculnya indikasi praktik mafia tanah yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk pemerintah setempat. Kasus ini juga menyisakan sejumlah pertanyaan terkait kepemilikan tanah serta keabsahan dokumen yang dipermasalahkan.(**)