Wibisono: Mendukung Ketua DPD RI Untuk Kembali ke UUD’45 Yang Asli, Dasar NKRI

0 154

 

JAKARTA, Lenzanasional – Pidato ketua DPD RI La Nyala Mattalitti pada sidang tahunan MPR RI pada rangkaian Perayaan HUT RI pada tanggal 16 Agustus 2023 yang lalu menimbulkan pro kontra dari berbagai kalangan, dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tidak pasti serta dipenuhi dengan suasana turbulensi, maka memperkokoh kedaulatan negara dengan kembali pada Pancasila.

 

“Perlu tekad bersama, membutuhkan kerjasama, semangat kejuangan, dan sumbangsih positif, serta keterlibatan semua elemen bangsa tanpa kecuali dan tanpa syarat,” ucap LaNyalla saat membacakan pidato dalam Pembukaan Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2023).

 

Mewakili DPD, ia menyampaikan bahwa DPD memutuskan akan mengambil inisiatif kenegaraan guna membangun kesadaran kolektif kepada seluruh elemen bangsa agar kembali menerapkan nilai-nilai Pancasila. Maka, DPD mengajukan proposal kenegaraan beserta dengan naskah akademik yang menyempurnakan dan memperkuat sistem yang mengembalikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Salah satunya berupa membuka peluang adanya anggota DPR yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Baginya, poin ini menjadi upaya guna memastikan proses pembentukan undang-undang yang dilakukan oleh DPR bersama Presiden tidak didominasi kelompok partai politik saja. Maka, ia menilai perlu keterwakilan masyarakat non-partai dalam proses tersebut.

 

Dalam menanggapi pernyataan LaNyalla, pengamat militer dan pertahanan Wibisono ikut memberikan pernyataannya bahwa Bangsa Indonesia sebagai negara besar membutuhkan pengikat persatuan dan kesatuan. Ini penting karena kebhinekaan yang dimiliki Indonesia sangat beragam dan kompleks. Selama ini peran pengikat itu dilakukan dengan sangat baik oleh dasar negara kita yaitu Pancasila. Namun seiring berjalannya waktu terutama pasca reformasi, peranan Pancasila sebagai falsafah hidup dalam bermasyarakat mulai pudar.

 

“Sejak berdirinya bangsa ini tidak satu pun orang menolak Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Tak satupun penulis secara ilmiah berani menyampaikan bahwa Pancasila bukan ideologi dan dasar negara,” imbuhnya

 

“Lantas muncul pertanyaan ? Kalau memang Pancasila merupakan ideologi dan dasar negara kenapa tidak disebut dalam Undang Undang Dasar ? Sedang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar pada alenia ke-empat langsung disebut 5 sila dalam Pancasila,” ungkap Wibisono

 

Lanjut Wibi, mengenai tidak ditegaskan Pancasila sebagai dasar negara di dalam UUD, karena ada kekhawatiran kalau disebut dalam UUD nantinya akan di amendemen.

 

“Saat UUD 1945 diamandemen disepakati ada beberapa yang tidak boleh diubah, di antaranya Pembukaan UUD dan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia, (NKRI), Maka ditambahkan saja pasal dalam UUD bahwa Pancasila tak bisa diubah dengan cara apa pun,” lanjut Wibi.

 

Sejak UUD 1945 yang palsu dan manipulatif itu (Amandemen 2002) diberlakukan, Pancasila sudah tidak lagi sebagai dasar negara kita. Memang 5 sila itu disebut di dalam Pembukaan UUD, tapi apalah artinya jika apa yang tertuang di dalam Pembukaan itu. Tak dijabarkan atau dituangkan di batang tubuh UUD yang berupa Pasal-Pasal, bahkan dalam kenyataannya bertentangan. Misalkan kata *efisiensi* dalam Ayat 4 Pasal 33, jelas berlawanan dengan semangat gotong royong untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Demikian pula Pasal-Pasal tentang Pemilu dan Pilpres, jelas menutup rapat semangat dari sila ke empat ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan’.

 

“Menurut hemat saya, kita sekarang berada dalam sikon desain pembelahan horizontal yang sangat berbahaya, sedangkan kekuasaan mengelola negara hanya dikuasai oleh Ketua-Ketua partai para elite di Pemerintahan serta kroni-kroninya, sementara mereka sendiri dikuasai pula oleh para kapitalis /konglomerat dalam Negeri maupun dari luar negeri,” ungkap Wibi.

 

Wibisono menambahkan bahwa sistem politik yang sesuai untuk masyarakat Pancasila adalah yang ada dalam UUD 1945 sebelum ada amandemen empat kali, maka dari itu seruan untuk kembali ke UUD 45 sudah mulai didengungkan oleh beberapa tokoh nasional dan Ketua partai politik.

 

Jadi jelas, bahwa sekarang ini Pancasila tidak ada dalam sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia, dan orang orang atau para pejabat negara yang gembar-gembor sok Pancasilais itu ternyata pembohong (hipokrit).

 

“Mari kita bangun kehidupan berdasarkan Pancasila, tapi nyatanya belum ada, oleh sebab itu harus kita perjuangkan, terakhir, kita harus membangun narasi yang baik, jelas dan tegas bahwa Pancasila sekarang ini tidak ada dalam sistem politik dan UUD 1945 yang palsu (UUD Amandemen 2002), kecuali sekedar hiasan di Pembukaan.” Pungkasnya.

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com