Isnaely Effendy Didakwa Gelapkan Rp 6,85 Miliar dalam Transaksi Tanah, Sidang Berlangsung di PN Surabaya

Isnaely Effendy diadili atas dugaan penipuan dan penggelapan Rp 6,85 miliar dalam transaksi tanah. Jaksa mendakwa dengan Pasal 372 dan 378 KUHP.

0 327

 

SURABAYA, Lenzanasional – Isnaely Effendy kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum setelah didakwa melakukan penipuan dan penggelapan dalam transaksi jual beli tanah dan bangunan. Korban dalam kasus ini, Ir. Siti Rochani alias Farah, mengalami kerugian hingga Rp 6,85 miliar.

Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (11/02/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyuning Dyah Widyastuti dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur memimpin tuntutan terhadap Isnaely.

Dalam persidangan, Isnaely mengaku mengenal Siti Rochani (Farah) melalui kelompok pengajian yang sama. Ia juga mengenal H. Kholil, sosok yang menawarkan tanah yang menjadi objek perkara ini.

Sidang kasus penipuan dan penggelapan Rp 6,85 miliar di PN Surabaya

Menurut keterangan terdakwa, tanah tersebut awalnya ditawarkan oleh H. Kholil seharga Rp 17 miliar, namun setelah negosiasi, Farah sepakat membeli dengan harga Rp 13 miliar. Isnaely bersikeras bahwa dirinya tidak pernah menawarkan tanah tersebut, melainkan hanya berperan sebagai perantara atas permintaan H. Kholil.

“Saya gak pernah menawarkan tanah ke Bu Farah. Yang menawarkan langsung itu H. Kholil,” tegas Isnaely di hadapan majelis hakim.

Terkait dengan kwitansi pembayaran Rp 13 miliar, Isnaely membantah jumlah tersebut. Ia mengklaim hanya menandatangani dokumen atas permintaan Farah dan menyatakan bahwa jumlah uang yang sebenarnya diterima adalah Rp 6,15 miliar, yang kemudian diserahkan kepada H. Kholil secara bertahap.

“Farah tidak pernah bertemu dengan H. Kholil karena suaminya pejabat. Uang Rp 6,15 miliar itu saya terima dan langsung dibayarkan ke H. Kholil, tetapi secara bertahap,” tambahnya.

Jaksa kemudian mempertanyakan apakah setelah meninggalnya H. Kholil, terdakwa pernah melakukan pembayaran kepada ahli waris. Isnaely menjawab tidak, dengan alasan bahwa Farah belum melunasi pembayaran.

Menurut JPU, Isnaely Effendy meyakinkan korban dengan mengajak langsung ke lokasi tanah dan menunjukkan bahwa properti tersebut sudah dibeli olehnya serta hanya tinggal menunggu proses balik nama. Korban yang mempercayai Isnaely karena berada dalam satu kelompok pengajian pun tertarik untuk membeli.

Pada kenyataannya, terdakwa hanya bertindak sebagai perantara (makelar) yang ditunjuk oleh H. Kholil untuk menjual tanah seharga Rp 13 miliar. Dari transaksi ini, Isnaely mendapatkan komisi Rp 1,5 miliar.

Korban mulai melakukan pembayaran secara tunai sejak 2015, dengan transaksi terakhir dilakukan pada Desember 2020. Selama periode tersebut, seluruh pembayaran diserahkan langsung kepada Isnaely. Sebagian dilakukan di rumah korban, sebagian lainnya di warung makan milik korban.

Pada awalnya, korban yang percaya penuh kepada terdakwa tidak meminta kwitansi untuk pembayaran dari 2015 hingga Agustus 2019. Namun, setelah Isnaely mulai sulit dihubungi, korban mulai meminta tanda bukti pembayaran sejak September 2019 hingga Desember 2020.

Kwitansi yang ditandatangani terdakwa menunjukkan total transaksi sebesar Rp 7,8 miliar, sedangkan sisanya Rp 5,2 miliar tidak memiliki bukti tertulis.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Isnaely Effendy dengan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Kasus ini kini memasuki tahap pembuktian di pengadilan, dan terdakwa menghadapi ancaman hukuman berat.

Sidang berikutnya akan menjadi penentu bagi nasib Isnaely Effendy, sementara korban masih berharap keadilan dapat ditegakkan atas kerugian besar yang telah dialaminya.(**)

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com