Puteri Indonesia Dorong Generasi Muda Bangun Personal Branding Sejak Dini di Ajang Commposition 2025

Program Studi Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jawa Timur Gelar Commposition 2025, Jadi Ruang Inspiratif untuk Anak Muda di Era Digital

0 5

Surabaya, 5 November 2025 – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan persaingan global yang semakin dinamis, Puteri Indonesia Lingkungan 2023, Yasinta Aurellia, menekankan pentingnya membangun personal branding bagi generasi muda. Ia mengajak anak muda untuk mulai membangun citra dan reputasi diri sedini mungkin agar mampu bersaing di dunia profesional.

“Personal branding adalah identitas dan reputasi yang membedakan seseorang dari jutaan lainnya. Seperti kata Jeff Bezos, personal brand adalah bagaimana orang memandang dan mengingat kita, bahkan ketika kita tidak berada di sana,” ujar Yasinta dalam Seminar Nasional Commposition 2025 bertema “Anak Muda, Gerakan Digital, dan Jejak Perubahan” yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur, Selasa (4/11/2025).

Menurut Yasinta, di era digital saat ini, visibilitas menjadi bentuk baru dari kredibilitas. “Dikenal itu mudah, tapi dipercaya adalah seni yang sebenarnya. Karena itu, personal branding bukan soal pencitraan, melainkan tentang keaslian dan konsistensi,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan fakta menarik bahwa hingga Februari 2025, tercatat lebih dari satu juta lulusan perguruan tinggi di Indonesia belum memperoleh pekerjaan. Kondisi tersebut, katanya, menunjukkan perlunya anak muda untuk menonjol dengan menampilkan nilai dan potensi diri melalui personal branding yang kuat.

“Personal branding membuka banyak peluang, membangun kepercayaan, dan menjadi investasi jangka panjang. Ini bukan soal menjadi sempurna, tetapi menjadi autentik,” ujar Yasinta di hadapan ratusan peserta yang hadir langsung di Gedung Twin Tower lantai 11 dan ratusan lainnya yang mengikuti secara daring.

Dalam sesi tersebut, Yasinta juga memaparkan empat langkah penting dalam membangun personal brand, yakni discover, decide, display, dan deliver. Ia menegaskan pentingnya menemukan nilai diri, menentukan hal yang ingin dikenal, menampilkan diri secara konsisten, dan menjaga reputasi positif di dunia digital.
“Segala yang kita unggah mencerminkan siapa kita. Jadikan media sosial sebagai portofolio diri, bukan sekadar ruang hiburan. Ingat, internet tidak pernah lupa. Jadi, mari mulai membangun personal branding kita sejak sekarang,” pesannya.

Sementara itu, Dr. Romdhi Fatkhur Rozi dalam pemaparannya berjudul “Anak Muda, Kreativitas, dan Metric Crisis: Membaca Ulang Dialektika Ruang Digital di Era Attention Economy”, menyoroti fenomena metric crisis yang menjerat generasi muda dalam budaya angka dan validasi sosial.
“Kita hidup dalam metric society — segalanya diukur dengan likes, views, dan engagement rate. Namun di balik itu, ada tekanan psikologis dan bias kognitif yang berpotensi menumpulkan kreativitas,” ungkap dosen Program Studi Televisi dan Film Universitas Jember tersebut.

Menurutnya, sistem algoritma dan rating telah menciptakan “ekonomi perhatian” yang sering kali membuat nilai karya terabaikan. “Kita perlu bergeser ke conscious economy — ekosistem digital yang berbasis nilai, kesadaran, dan keberlanjutan,” tambahnya.

Ia menegaskan pentingnya bagi generasi muda untuk menjadi subjek yang sadar dan kritis dalam ruang digital. “Anak muda perlu berdaulat atas datanya sendiri dan menciptakan konten yang bermakna. Branding diri harus kuat, bukan sekadar mengejar validasi sosial,” tegasnya.

Narasumber lain, Dr. Poppy Febriana, M.Med.Kom. dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, turut memperkaya diskusi lewat presentasinya berjudul “Beauty by Algorithm: Siapa yang Mendefinisikan Wajah Ideal Hari Ini?” Ia menyoroti bagaimana media sosial kini berperan sebagai mesin estetika yang membentuk standar kecantikan baru.
“Platform digital kini bukan hanya ruang berbagi, tapi juga laboratorium algoritmik yang mengonstruksi dan memonetisasi wajah ideal,” jelasnya.

Sementara itu, Dr. Ahmad Zamzamy, S.Sos., M.Med.Kom. menyampaikan pandangan mengenai politik anak muda di era digital. Ia menilai bahwa keterlibatan anak muda dalam aktivitas digital seperti kampanye daring atau meme politik belum sepenuhnya mencerminkan partisipasi politik yang matang.
“Fenomena ini menunjukkan fase liminalitas, di mana anak muda aktif berekspresi namun belum sepenuhnya menjadi aktor politik yang mapan,” ujarnya.

Di akhir acara, Koordinator Program Studi Ilmu Komunikasi UPNVJT, Syafrida Nurrachmi Febriyanti, mengungkapkan rasa syukurnya atas suksesnya penyelenggaraan seminar tersebut. Ia menilai, topik dan perspektif para pembicara saling melengkapi, sehingga memberikan pemahaman komprehensif tentang peran anak muda dalam lanskap digital.
“Kami berharap kegiatan ini menjadi bekal bagi mahasiswa untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang lebih cerah dan kompetitif,” tutupnya.

Comments
Loading...

This site is protected by wp-copyrightpro.com