Eksepsi Ditolak, Sidang Dugaan Pemalsuan Surat oleh Effendi Pudjihartono Lanjut
Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menolak keberatan terdakwa Effendi Pudjihartono dalam kasus dugaan pemalsuan surat yang merugikan korban Ellen Sulistyo.
SURABAYA, Lenzanasional – Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yang diketuai Dewa Gede Suardhita, menolak seluruh keberatan (eksepsi) terdakwa Effendi Pudjihartono dan tim pengacaranya dalam kasus dugaan pemalsuan surat yang merugikan Ellen Sulistyo. Putusan ini dibacakan pada sidang Rabu (22/1/2025).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa keberatan terkait Prejudicieel Geschil yang diajukan terdakwa melalui tim kuasa hukumnya telah memasuki substansi perkara. Hal tersebut dinilai bukan termasuk ruang lingkup keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP dan harus dibuktikan di persidangan. Selain itu, surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinyatakan telah memenuhi syarat formil dan materiil sesuai Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP.
Dalam putusan sela, majelis hakim memutuskan melanjutkan pemeriksaan perkara ini. “Mengadili, keberatan tidak dapat diterima. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum sah. Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 2511/Pid.Sus/2024/PN Sby atas nama terdakwa Effendi Pudjihartono,” tegas hakim Dewa Gede Suardhita dalam sidang yang berlangsung di ruang Kartika I Pengadilan Negeri Surabaya.

Menanggapi putusan ini, Nurdin, anggota tim kuasa hukum terdakwa Effendi, menyatakan akan mematuhi keputusan hakim meskipun sebelumnya pihaknya telah mengajukan gugatan perdata. “Majelis hakim berpandangan lain, jadi kami patuhi saja. Kami sebenarnya menekankan Prejudicieel Geschil karena ada perkara perdata terkait wanprestasi akibat tidak dibayarnya PNBP. Gugatan itu diajukan lebih dulu. Menurut aturan, perkara pidana seharusnya menunggu hasil perdata,” ujar Nurdin usai sidang.
Dalam surat dakwaannya, JPU Siska Kristin dari Kejaksaan Negeri Surabaya menjelaskan bahwa terdakwa Effendi Pudjihartono pada tahun 2017 mendapatkan hak pengelolaan tanah dan bangunan milik TNI AD (Kodam V/Brawijaya) di Jl. Dr. Sutomo Nomor 130, Surabaya. Hak tersebut diberikan melalui perjanjian sewa-menyewa berdasarkan MOU nomor SPK/05/IX/2017, yang ditandatangani oleh Pangdam V/Brawijaya saat itu, Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko. Kerjasama ini berlangsung selama 30 tahun, mulai 28 September 2017 hingga 28 September 2047.
Namun, untuk tiap periode sewa, perjanjian baru harus dibuat berdasarkan persetujuan dari Pangdam V/Brawijaya. Pada November 2022, permohonan perpanjangan sewa yang diajukan Effendi untuk periode kedua ditolak oleh pihak TNI AD. Surat penolakan resmi kemudian dikeluarkan oleh Kodam V/Brawijaya pada Mei 2023, yang menyatakan bahwa Effendi tidak lagi memiliki hak mengelola aset tersebut.
Masalah muncul ketika terdakwa Effendi diduga menyampaikan informasi palsu kepada Ellen Sulistyo, mengklaim bahwa ia memiliki hak pengelolaan aset hingga tahun 2047. Berdasarkan informasi tersebut, Ellen bersedia menjalin kerjasama dengan terdakwa untuk membuka restoran bernama “Sangria by Pianoza” di lokasi tersebut. Kerjasama ini dituangkan dalam perjanjian resmi di hadapan notaris pada Juli 2022.
Ellen kemudian mengeluarkan biaya total hampir Rp1 miliar, termasuk renovasi bangunan, pembayaran operasional, dan transfer langsung kepada terdakwa. Namun, pada Mei 2023, restoran tersebut ditutup oleh pihak TNI AD karena Effendi tidak lagi memiliki hak mengelola aset tersebut. “Penutupan dilakukan sesuai dengan surat Pangdam V/Brawijaya nomor B/946/V/2023,” terang JPU Siska.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut aset milik negara dan kerugian besar yang dialami oleh korban. Dengan putusan sela yang menolak keberatan terdakwa, sidang akan dilanjutkan untuk membuktikan kebenaran dugaan pemalsuan surat yang dilakukan oleh Effendi Pudjihartono.(**)