Polemik SPPG di Villa Bukit Mas Surabaya, DPRD Tekankan Dialog dan Kesepakatan Relokasi
SURABAYA – Keberadaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di kawasan Perumahan Villa Bukit Mas, Surabaya, menjadi sorotan warga dan pemerintah. Polemik ini mencuat dalam forum mediasi yang digelar DPRD Surabaya, Senin (29/9/2025), dengan menghadirkan perwakilan warga, pengelola yayasan, serta jajaran pemerintah kota.
Warga Villa Bukit Mas, khususnya di Cluster Jepang, mengaku resah dengan aktivitas SPPG. Wakil Ketua RT 01, Anthoni Darsono, menuturkan bahwa mayoritas penghuni menginginkan suasana tenang, mengingat banyak orang lanjut usia yang tinggal di kawasan tersebut. Ia juga menyinggung soal keamanan, limbah, hingga perubahan izin bangunan.
“Awalnya renovasi rumah, tetapi kemudian berubah fungsi. Kekhawatiran kami semakin besar karena banyak rumah kosong di sekitar lokasi,” ungkap Anthoni.
Sementara itu, Ketua Yayasan Ina Makmur, Joko Dwitanto, menegaskan bahwa SPPG memiliki izin resmi dari Badan Gizi Nasional (BGN). Ia menekankan bahwa program ini menyangkut kebutuhan 3.500 siswa penerima manfaat.
“Kami tidak bisa begitu saja menghentikan pelayanan. Namun, kami siap melakukan relokasi dengan masa transisi enam bulan. Anggaran sudah disiapkan, yang penting hak anak-anak tetap terjamin,” jelas Joko.
Perwakilan Pemkot Surabaya, Ulfia dari DPMPTSP, menambahkan bahwa SPPG wajib memenuhi syarat legalitas, mulai dari NIB, sertifikat standar provinsi, hingga laik higiene sanitasi. Sedangkan Puspita dari Bappedalitbang menegaskan, meski berada di zona perumahan, usaha sejenis tetap dimungkinkan dengan catatan ada persetujuan warga dan pengelolaan limbah yang baik.
Pemkot juga menegaskan dukungan penuh terhadap program nasional Menuju Bebas Gizi Buruk (MBG) yang sudah menjangkau 57.547 siswa di 17 titik di Surabaya. “Kami akan kawal perizinan sekaligus memfasilitasi komunikasi antara warga dan yayasan. Harus ada solusi bersama yang adil,” kata Puspita.
Dari sisi legislatif, Komisi D DPRD Surabaya menekankan pentingnya jalan tengah. Anggota Johari Mustawan mengusulkan adanya surat pernyataan sambil menunggu relokasi, sementara Ajeng Wira Wati menyarankan izin sementara enam bulan dengan syarat menjaga keamanan, kebersihan, dan ketertiban lingkungan.
Wakil Ketua Komisi D, Lutfiyah, mengapresiasi komitmen yayasan yang siap pindah maksimal enam bulan. “Kalau ada lokasi baru sebelum itu, relokasi akan dipercepat. Jika belum, yayasan berkomitmen menjaga kondusivitas lingkungan,” tegasnya.
Dengan adanya kesepakatan relokasi, DPRD berharap polemik SPPG di Villa Bukit Mas bisa mereda. Warga tetap memperoleh ketenangan, sementara ribuan siswa penerima manfaat tidak kehilangan hak atas layanan gizi. Dialog terbuka dinilai menjadi kunci untuk menemukan solusi yang adil dan menenangkan semua pihak.