Ubaya Kukuhkan Tiga Guru Besar, Dorong Inovasi Multidisiplin
Universitas Surabaya (Ubaya) mengukuhkan tiga guru besar dari tiga fakultas berbeda, memperkuat riset dan inovasi di bidang teknik, bisnis digital, dan farmasi.
SURABAYA, Lenzanasional – Universitas Surabaya (Ubaya) kembali menorehkan pencapaian akademik dengan mengukuhkan tiga guru besar dari tiga fakultas berbeda. Pengukuhan ini digelar di Gedung Perpustakaan lantai 5, Kampus Ubaya Tenggilis.
Ketiga profesor yang dikukuhkan adalah Prof. The Jaya Suteja, S.T., M.Sc., Ph.D. dari Fakultas Teknik, Prof. Aluisius Hery Pratono, S.E., M.D.M., Ph.D. dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika, serta Prof. Dr. apt. Dini Kesuma, S.Si., M.Si. dari Fakultas Farmasi.

Rektor Ubaya, Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T., menegaskan bahwa pengukuhan ini menjadi bukti nyata komitmen Ubaya dalam mengembangkan keilmuan di berbagai bidang.
“Keluarga besar Ubaya turut bangga. Pada 2023, saat Ubaya berusia 55 tahun, kami mencanangkan target 55 guru besar hingga 2027. Hingga hari ini, Ubaya telah memiliki 29 guru besar aktif dan empat profesor emeritus,” ujar Benny Lianto.
Ia berharap, bertambahnya jumlah profesor ini akan semakin mendorong terciptanya riset unggulan dan inovasi yang berdampak luas bagi masyarakat.
“Riset dan inovasi berkualitas lahir dari ide-ide visioner. Dengan demikian, hasilnya bisa benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VII Jawa Timur, Prof. Dr. Dyah Sawitri, S.E., M.M., turut mengapresiasi pencapaian Ubaya.
“Kami berharap para profesor baru ini bisa mendukung program pemerintah dalam bidang swasembada pangan, pengentasan kemiskinan, serta penanggulangan stunting,” katanya.
Sebagai bagian dari pengukuhan, ketiga guru besar menyampaikan orasi ilmiah yang menyoroti berbagai inovasi di bidang masing-masing.
Prof. The Jaya Suteja, S.T., M.Sc., Ph.D. dari Fakultas Teknik mengangkat tema “Potensi Implementasi 3D Printing di Bidang Kesehatan”.
Ia menjelaskan bahwa teknologi 3D printing mampu mendukung tujuan ketiga Sustainable Development Goals (SDGs), yakni menjamin kehidupan yang sehat dan kesejahteraan bagi semua usia.
“Teknologi ini bekerja dengan menyusun material secara berlapis melalui metode pelelehan, penyinaran, penyemprotan, atau pemanasan menggunakan print head atau nozel,” ungkapnya.
Ia mengidentifikasi empat bidang utama implementasi 3D printing dalam dunia kesehatan: Penelitian alat kesehatan, Rekayasa jaringan, Farmasi, Produksi makanan sehat.
“Dengan 3D printing, biaya produksi peralatan medis, obat, dan makanan khusus yang tidak bisa diproduksi massal dapat ditekan, sehingga ketersediaannya lebih terjamin,” jelas lulusan Queensland University of Technology, Australia ini.
Sementara itu, Prof. Aluisius Hery Pratono, S.E., M.D.M., Ph.D. dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika membahas “Cognitive Bias dalam Ekonomi Digital: Sebuah Refleksi”.
Dalam penelitiannya, ia memprediksi bahwa digitalisasi mungkin tidak akan menjadi konsep yang dominan di masa depan.
“Ketika pertama kali belajar ekonomi, saya dikenalkan dengan teori utilitas. Kini, ekonomi digital telah mengubah cara kita mengalokasikan sumber daya untuk konsumsi di masa depan. Namun, saya melihat bahwa popularitas digitalisasi bisa saja menurun dengan cepat,” ujarnya.
Ia juga menyoroti penghargaan Nobel Ekonomi 2024, yang semakin mengukuhkan bahwa ilmu ekonomi harus terus berkembang dengan pendekatan multidisiplin.
“Nobel Ekonomi tahun ini meyakinkan saya bahwa ekonomi tidak boleh menutup diri dari dinamika kontekstual yang terus berubah,” tambahnya.
Orasi ilmiah ketiga disampaikan oleh Prof. Dr. apt. Dini Kesuma, S.Si., M.Si. dari Fakultas Farmasi dengan tema “Inovasi dalam Kimia Medisinal: Harapan Baru dalam Pengobatan Kanker Payudara”.
Ia menyoroti tingginya angka kematian akibat kanker payudara, yang masih menjadi penyebab utama kematian pada wanita, berdasarkan data WHO dan GLOBOCAN 2022.
“Sebagai seorang wanita, istri, dan ibu, saya merasa terpanggil untuk mengembangkan obat kemoterapi yang lebih efektif dengan efek samping seminimal mungkin,” ungkapnya.
Penelitiannya berfokus pada pengembangan senyawa turunan Phenylthiourea, yakni N-benzoyl-N’-phenylthiourea (BPTU). Ia berharap, senyawa ini dapat menjadi alternatif yang lebih potensial dibandingkan Hydroxyurea, obat kanker yang saat ini banyak digunakan.
“Dengan pemahaman mendalam tentang struktur molekul, kimia medisinal dapat meningkatkan efikasi obat dan mengurangi efek sampingnya,” jelasnya.
Pengukuhan tiga guru besar ini semakin memperkuat posisi Ubaya sebagai institusi pendidikan yang berkomitmen dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi.
Dengan semakin bertambahnya jumlah profesor, diharapkan penelitian dan inovasi yang lahir dari Ubaya dapat semakin berdampak luas bagi masyarakat dan mendukung berbagai program nasional.(**)